Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ironi Pemberantasan Korupsi di Negeri Demokrasi

TintaSiyasi.com -- Di kutip dari laman berita REPUBLIKA.CO.ID Jumat , 23 Sep 2022, JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Salah satu tersangka adalah hakim agung di MA Sudrajad Dimyati.Sudrajat Dimyati kemudian ditahan KPK bersama 9 orang lainya pada jumat(23/9/2022).

Penangkapan para aparat penegak hukum, terutama hakim agung, tentu mempermalukan lembaga peradilan. Penangkapan mereka sekaligus menjatuhkan kepercayaan publik pada penegakan hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi.

Dari kasus ini nyali KPK semakin dianggap ciut oleh sebagian besar masyarakat.Sejak kebuntuannya mengendus jejak Masiku masih menjadi rapor merah. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah terutama penegak hukum semakin pudar.

Inilah peliknya korupsi di negeri demokrasi. Kasus besar akan mudah menguap begitu saja, sementara yang kecil langsung cepat di eksekusi. Korupsi di negeri ini seperti lingkaran setan. Pasalnya, korupsi melibatkan banyak pihak di dalam berbagai instansi pemerintah dan penegak hukum. Karena itu ada peluang mereka saling menutupi kebusukan sesama kolega.

Korupsi terjadi karena ada peluang dan kesempatan. Sistem demokrasilah yang memberi ruang tindak korupsi. Karena biasanya korupsi dilakukan untuk mengembalikan modal saat mereka mencalonkan diri di perhelatan pemilu. Setelah menang, cara tercepat untuk mengembalikan modal ialah dengan korupsi.

Selain itu sistem kehidupan sekuler menghasilkan pemimpin rakus, tidak takut dosa, dan kerap berkhianat atas kepemimpinannya. Sistem demokrasi yang berbiaya mahal juga turut andil menyuburkan korupsi.

Bisa kita lihat secara nyata dalam sistem demokrasi ini, korupsi hampir merata di tiga lembaga andalannya, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hukum bisa diperjualbelikan sesuai besaran suap yang diterima. Pengawasan terhadap lembaga negara dalam pemerintahan demokrasi juga cenderung lemah. 

Sistem yang Antikorupsi

Pemberantasan korupsi sangat ditentukan oleh sistemnya. Pemberantasan korupsi akan terus menjadi harapan kosong di dalam sistem politik sekuler demokrasi yang korup saat ini.

Karena itu pemberantasan korupsi harus dimulai dengan meninggalkan sistem yang terbukti korup dan gagal memberantas korupsi. Lalu diikuti dengan mengambil dan menerapkan sistem yang benar-benar antikorupsi. Sistem itu tidak lain adalah sistem Islam.

Sistem Islam memiliki cara tersendiri dalam memberantas korupsi dari pencegahan hingga penanangan atau sanksi. Secara praktis, pemberantasan korupsi dalam sistem Islam di antaranya dilakukan melalui beberapa upaya berikut ini: 

Pertama, perbaikan mental individu. Hal ini bisa dilakukan dengan pembekalan iman dan takwa, khususnya kepada pejabat dan pegawai. Aspek ketakwaan menjadi standar utama dalam pemilihan pejabat. Ketakwaan itu akan mencegah pejabat dan pegawai melakukan kejahatan korupsi.

Islam juga akan membina setiap individu dengan ketakwaan hakiki. Ketika masyarakat dibekali dengan iman tinggi, ia akan terjaga dari perbuatan maksiat dan dosa. Tentu saja juga didukung sistem negara yang menerapkan syariat Islam di tengah masyarakat.

Kedua, lingkungan kondusif. Dalam Islam, pembiasaan amar makruf nahi mungkar akan diberlakukan. Masyarakat bisa menjadi penjaga sekaligus pengawas terterapkannya syariat.

Dengan begitu, jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, mereka dengan mudah bisa melaporkannya pada pihak berwenang. 

Ketiga, sistem kerja lembaga yang tidak rentan korupsi. Dalam sistem pemerintahan Islam, ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat,  yaitu Badan Pemeriksa Keuangan.

Harta pejabat dan aparat harus dicatat, bukan hanya mengandalkan laporan yang bersangkutan. Harta kekayaan pejabat itu harus diaudit. Jika ada pertambahan harta yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan hartanya diperoleh secara sah. Jika tidak bisa, hartanya yang tidak wajar disita sebagian atau seluruhnya dan dimasukkan ke kas negara.

Keempat, penegakan sanksi hukum yang menjerakan. Sistem sanksi yang tegas memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan efek jera. Dengan sanksi yang berefek jera, para pelaku dan masyarakat yang punya niatan untuk korupsi akan berpikir seribu kali untuk mengulangi perbuatan yang sama.

Hukuman yang bisa memberikan efek jera dalam bentuk sanksi ta’zir. Hukuman itu bisa berupa tasyhir (pewartaan/ekspos), denda, penjara yang lama bahkan bisa sampai hukuman mati, sesuai dengan tingkat dan dampak korupsinya. Sanksi penyitaan harta ghulul juga bisa ditambah dengan denda. Gabungan keduanya ini sekarang dikenal dengan pemiskinan terhadap para koruptor.

Keempat, upaya praktis ini akan efektif memberantas korupsi. Karena dalam Islam, tidak akan ada jual beli hukum. Seluruh lembaga dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum Islam sebagai perundang-undangan negara.

Ketika hukum yang dipakai adalah aturan Allah, tidak ada manusia pembuat hukum. Tidak ada pula kompromi terhadap hukum sebagaimana yang diterapkan dalam sistem demokrasi.

Alhasil, pemberantasan korupsi hanya akan berhasil dalam sistem Islam. Sebaliknya, sulit sekali bahkan mungkin mustahil terwujud dalam sistem sekuler seperti sekarang ini. Karena itu, tegaknya penerapan syariat Islam secara menyeluruh dan totalitas harus segera diwujudkan.

Inilah keberkahan hidup dalam sistem Islam, korupsi hilang dan kesejahteraan terwujud secara hakiki. Tinggal butuh kesungguhan kita untuk menegakkan sistem ini.


Oleh: Nur Hidayah
Sahabat Tinta Siyasi


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments