TintaSiyasi.com -- Institusi polri kini tengah menjadi sorotan tajam. Belum usai kasus 'Kaisar Sambo dan Konsorsium 303' yang diduga menyeret sejumlah petinggi Polri, hingga penggunaan gas air mata oleh Polri di Kanjuruhan. Kini publik dikejutkan kembali dengan adanya skandal narkoba yang dilakukan oleh Irjen Teddy Minahasa Putra. Jika oknum-oknum aparat berbuat kriminal mulai merajalela, maka kepercayaan publik terhadap institusi Polri pun mulai terkikis.
Penangkapan ini berawal dari sebuah penggerebekan narkoba seberat 41,4 kilogram di wilayah Sumatera Barat menurut sumber tvOnenews.com di Mabes Polri. Dalam penangkapan tersebut, diduga Irjen Teddy Minahasa meminta barang bukti 10 kilogram sabu-sabu kepada seorang Kapolres. Kemudian, menjual 5 kilogram sabu-sabu tersebut kepada seorang ‘mami’ dengan harga Rp300 Juta oleh Irjen Teddy Minahasa.
Irjen Teddy Minahasa ditetapkan menjadi tersangka setelah beberapa jam ditangkap. Meskipun demikian, ia melakukan pembelaan jika tidak menjual narkoba. Ia merupakan polisi yang dijuluki sebagai polisi terkaya di Indonesia karena disebut memiliki harta senilai hampir Rp30 miliar. Namun, dikarenakan kasus tersebut terancam dipecat dari Polri (suara.com, 16/10/2022). Penetapan sebagai tersangka atas kasus penyalahgunaan narkoba tersebut berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan pada Jumat siang 14 Oktober 2022.
Skandal yang menjerat sang jenderal dan sederet kasus yang menghantam institusi Polri tersebut, sejatinya merupakan buah pahit dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini juga telah melahirkan pribadi-pribadi yang krisis spiritualitas, tak terkecuali para aparat. Amanah yang disematkan dalam pundaknya sering kali disalahgunakan demi mendulang kekuasaan dan pundi-pundi rupiah semata. Hal ini terjadi disebabkan mengikisnya iman dalam dada sehingga hilang rasa takut kala berbuat dosa.
Bagaimana mungkin bisa sebagai aparat penegak hukum dapat mengayomi dan membela kepentingan rakyat. Jika aparatnya sendiri terjerat kasus kriminalitas. Sudah pasti tidak dapat melakukan upaya mencegah dan memberantas peredaran obat-obatan terlarang itu di tanah air.
Inilah paradigma di sistem sekularisme kapitaliame memandang bahwa profesi atau pekerjaan hanya sekadar bernilai materi saja. Demi materi semata, dengan rela seseorang menghalalkan segala cara untuk memenuhi tuntutan hidup dan gaya hidupnya. Ditambah pula, sistem sekuler kapitalisme yang tidak mengenal standar halal haram.
Berbeda jauh dengan kapitalisme, Islam dengan tegas mengharamkan narkoba dan akan menghilangkan peredarannya di tengah masyarakat. Para ulama juga sepakat meski terdapat perbedaan dalam penggalian hukum terkait narkoba. Ada yang mengharamkan sebab mengiaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama lain berpandangan bahwa narkoba haram dikarenakan melemahkan akal dan jiwa. Berdasarkan pendapat tersebut hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah. Beliau mengatakan, “Rasulullah SAW melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).”
Zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks dan malas pada tubuh manusia inilah yang membuat lemah. Islam memerintahkan manusia untuk senantiasa berusaha untuk menjaga kesehatan dan kekuatan badan. Merupakan satu hujjah yang mengindikasikan anjuran tersebut yakni sabda Rasulullah SAW:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah” (HR. Muslim).
Dalam Islam, kehidupan di dunia hanyalah bekal untuk amal akhirat. Standar perbuatan seorang muslimpun juga terikat dengan aturan Allah SWT. Ketakwaan dibangun secara komunal, bukan sekadar individual, yakni negara menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, baik dari aspek sosial, pendidikan, ekonomi, politik maupun hankam. Negara tidak akan membiarkan adanya bisnis-bisnis haram atau pelaku industri memproduksi barang haram.
Selain itu pula, negara juga akan merekrut para aparat penegak hukum yang bertakwa kepada Allah SWT. Pastinya dengan dukungan sistem sanksi yang tegas, tidak ada perilaku saling suap aparat dengan pelaku, aparat yang menjual barang sitaan, ataupun mafia narkoba seperti saat ini.
Dengan diterapkannya sistem tata kelola negara melaksanakan syariat Islam secara menyeluruh, umat menginginkan individu, masyarakat, penegak hukum, pejabat, dan penguasanya baik, amanah, adil, dan tepercaya. Oleh sebab itu, umat manusia harus hidup dalam sistem yang dapat mewujudkan ketakwaan dan mendekatkan ketaatan pada Allah SWT, bukan parsial atau personal, yakni dengan hidup di bawah pengaturan syariat Islam. Satu-satunya aturan yang paripurna.
Dengan begitu, rahmat dan kemuliaan Islam akan bisa dirasakan bagi semua kalangan makhluk di bumi, baik itu umat Muslim maupun non-Muslim. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ana Dia Friska
Muslimah Peduli Negeri
0 Comments