Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Angka Kriminalitas Tinggi Hanya Khilafah Islam yang Mampu Mengatasi


TintaSiyasi.com -- Dilansir dari media Badan Pusat Statistik, bps.go.id (15/12/2022), yang menyampaikan bahwa tingkat kejahatan merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan nasional. Bagaimana perkembangan tingkat kejahatan di Indonesia selama pandemi?

Data Registrasi Polri mencatat bahwa selama periode 2018-2020 mengalami penurunan. Namun, pada pekan ke-23 di tahun 2020, angka kriminalitas di Indonesia meningkat sebanyak 16,16 persen dari sebelumnya. Kemudian di pekan ke-24 meningkat lagi sebanyak 38,45 persen hanya dalam kurun waktu sepekan. Total kasus yang telah didapatkan yaitu sebanyak 5.476 kasus. 

Dari data tersebut, Indonesia termasuk negara dengan tingkat kriminalitas tinggi. 


Maraknya Kriminalitas dan Motifnya

Bila ditelisik, penyebab meningkatnya tingkat kriminalitas pada tahun 2020 adalah karena banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) saat pandemi. Sebagaimana pernyataan yang disampaikan oleh pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Suparji Ahmad, menyatakan, bahwa pasca penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia menyebabkan banyak orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Hingga masyarakat menjadi nekat untuk melakukan kejahatan, seperti pencurian, kasus narkoba, dan penipuan. Perbuatan nekat ini dipicu keinginan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya yang sulit didapatkan karena kehilangan pekerjaan selama masa pandemi. Didukung dengan lemahnya iman, sehingga mereka menerobos batasan halal dan haram. 


Sikap Ambigu Pemerintah dalam Mengatasi Maraknya Kriminalitas

Upaya penanggulangan kejahatan telah dilakukan pemerintah, dengan menindak para pelaku kriminal dalam ranah hukum pidana. Begitu pula kebijakan dan program untuk mengentaskan kemiskinan dan kebijakan sosial telah dilakukan. Namun, apakah hal itu telah membuat perubahan yang lebih baik di masyarakat?

Undang-undang dan program kerja untuk mengatasi tindak kriminal tidak juga dapat menurunkan tindakan kriminal. Ini disebabkan sistem yang menaungi diterapkannya undang-undang tersebut adalah sistem sekuler liberal kapitalisme. Kapitalisme memiliki standar ganda dalam menerapkan aturan, yang menyebabkan kacaunya hukum, tidak ada keadilan, hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, juga tidak menimbulkan efek jera. Asas manfaat menjadi icon dalam kapitalisme. Perilaku suap seolah wajar dalam sistem ini. Hingga pelaku kriminal bisa bebas atau mendapatkan keringanan hukuman.

Asas sekularisme begitu kuat mencengkeram kehidupan. Sudah tertanam dalam diri kaum Muslim prinsip pemisahan agama dari kehidupan. Segala perbuatan diukur dengan seberapa besar keuntungan yang didapatkan tanpa memperhatikan halal haram yang telah disyariatkan. Kaum Muslim begitu mudah menanggalkan keimanan dalam arena kapitalisme yang sudah satu abad diterapkan. Maka, kejahatan semakin meningkat pesat dan marak terjadi seolah tak bisa dikendalikan.


Solusi Islam dalam Mengatasi Maraknya Kriminalitas

Menurut pandangan Islam, kriminal merupakan tindakan yang melanggar aturan-aturan Islam; yakni melanggar semua perintah Allah SWT dan larangan-larangan-Nya serta melanggar hukum-hukum yang telah diadopsi atau di-tabanni oleh Khalifah dalam Kekhilafahan Islam. 

Jadi, perbuatan-perbuatan yang akan dijatuhkan hukuman oleh syarak adalah meninggalkan kewajiban (seperti shalat, jihad); melakukan keharaman (misalnya minum khamr, menghina Nabi SAW, ulama, ajaran Islam); melanggar aturan administrasi negara seperti lalu lintas, ijin mendirikan bangunan. 

Adapun jenis-jenis kriminal ada tiga, yakni hudud, jinayat dan takzir. Hudud adalah kemaksiatan yang telah ditetapkan (kadarnya) oleh syariah seperti perzinaan, liwath (homoseksual), qadzaf (menuduh berzina), peminum khamar, pencurian, hirabah (penyamun di jalan), orang murtad. Jinayat adalah penganiayaan atas badan/fisik yang mewajibkan adanya qishash atau denda berupa harta. Yang termasuk di antaranya adalah pembunuhan sengaja, mirip sengaja, dan tidak sengaja. Takzir adalah hukuman edukatif dengan maksud menakut-nakuti. 

Khilafah wajib menanamkan akidah Islam kepada seluruh warga negara. Semua jenjang pendidikan baik milik negara maupun swasta wajib menerapkan kurikulum Islam yang memiliki visi dan misi membentuk kepribadian Muslim yang kokoh dan tangguh, membentuk pola pikir islami (dengan membina warga memahami dan menguasai tsaqafah Islam) dan pola sikap yang islami (dengan membina dan mengarahkan kecenderungan pada sikap yang Islami). Mendidik dan membekali umat dengan keterampilan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Menguasai tsaqafah/keilmuan Islam seperti ulumul Qur'an, ulumul hadis, tafsir, berbagai fiqh, bahasa Arab, asbabun nuzul, sirah dan tarikh, dan sebagainya. 

Dalam sistem Khilafah Islam. Kejahatan akan segera ditumpas sampai ke akarnya, keamanan tiap individu rakyat dijamin dan dijaga secara penuh oleh negara. Sanksi tegas sesuai syariah akan diterapkan tanpa tebang pilih siapa pelakunya, miskin ataukah kaya, kalangan pejabat atau rakyat. Akidah Islam saja yang dijadikan sebagai acuan dalam menuntaskan berbagai problematika yang ada, termasuk kejahatan yang mengintai umat manusia.

Dikisahkan seorang laki-laki bernama Usamah yang diutus salah satu keluarga Bani Quraisy untuk meminta syafaat Baginda Nabi agar memaafkan salah seorang anggota keluarganya yang mencuri. Rasulullah SAW berdiri lalu berkhutbah:

Sesungguhnya yang merusak atau membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka dulu apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, maka mereka membiarkannya, tetapi kalau orang lemah di antara mereka yang mencuri maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”

Dan hadis di atas menggambarkan bahwa sanksi dalam Islam diberlakukan secara tegas, adil dalam proses hukum. Hukuman yang diberikan sesuai dengan sumber hukum dalam Islam (Al-Qur'an, hadis Nabi SAW, ijma' sahabat, dan qiyas). 

Sanksi di dalam Islam berfungsi sebagai penebus (jawabir) dan pencegahan (jawazir). Pelaksanaan sanksi harus disaksikan oleh kalangan orang beriman. Juga tidak ada banding dalam masalah hukum, sehingga seorang qadhi jika telah memutuskan perkara tidak bisa dibatalkan oleh qadhi yang lain. 

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Tutik Erlina
Pemerhati Sosial
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments