Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Zalim dan Munafik

TintaSiyasi.com -- Akhirnya pemerintah melalui presiden Joko Widodo, Sabtu (03/09/2022) resmi menaikkan BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar menjadi Rp 10.000 dan Rp 6.800 per liter. Serta pertamax non subsidi menjadi Rp 14.500 per liter.

Seperti dikhawatirkan berbagai pihak, kenaikan harga BBM ini akan merembet ke kenaikan harga bahan pokok dan juga moda transportasi. Pengamat politik, Ujang Komarudin seperti dilansir tribun-medan.com (04/09/2022), ingatkan janji Jokowi saat kampanye Pemilu Pilpres untuk stabilkan harga. Ujang menilai Jokowi telah melanggar janjinya untuk menstabilkan harga sesuai kampanye Jokowi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu.

Dalam pandangan Islam, seorang Muslim apalagi dia itu sebagai pemimpin wajib hukumnya memenuhi janji yang pernah dia ucapkan. "Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya" (TQS. Al-Mukminun [23]: 8).

Pemenuhan janji ini sebagai bukti komitmen dari pemimpin terhadap apa yang telah dijanjikan dan nilai ketakwaan, karena Islam memerintahkan untuk menepati janji. Bukankah salah satu ciri orang munafik adalah bila berjanji tidak menepati?

Tentu upaya menaikkan harga BBM yang notabene itu adalah harta milik umat jelas merupakan bentuk kezaliman yang besar. Karena tidak ada hak bagi siapapun termasuk pemimpin negara untuk mengambil harta yang bukan miliknya dari rakyat. Apalagi ini merupakan salah satu kebutuhan vital dalam memenuhi hajat hidup.

Dan bentuk kezaliman ini, yang telah dilakukan oleh penguasa, akan menimbulkan dampak buruk (fasad) di tengah-tengah masyarakat. Dimana kenaikan BBM ini mendorong kenaikan harga-harga lainnya yang tidak diiringi oleh kenaikan penghasilan mereka. Wal hasil, masyarakat kian terjepit dalam beban hidup yang kian menghimpit.


Islam Melarang Kezaliman

Mengapa kebijakan menaikkan BBM ini dikatakan sebagai kebijakan yang zalim? Di manakah letak kezalimannya?

Makna zalim dalam ash shihah fil Lughah (1/438 Aisar at Tafasir, 3/248) dikatakan, "Pada dasarnya adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya."

Dalam Islam dikenal ada kepemilikan individu, kepemilikan umum (rakyat) dan kepemilikan negara. BBM yang merupakan harta milik rakyat, jelas harus dikembalikan kepada rakyat dalam pemanfaatannya. Menjual kembali kepada rakyat berarti menyalahi pemanfaatannya. Karena sejatinya sama dengan menjual kepada pemilik BBM itu sendiri.

Kalaupun ada biaya dalam pengelolaan dari minyak mentah ke bahan jadi, negara hanya diperbolehkan mengambil biaya konpensasinya sesuai hitungan operasionalnya saja. Tidak dengan menambahkan nilai pada produk minyaknya. 

Jika terjadi selisih hitungan antara biaya operasional dan harga yang harus dibayarkan oleh rakyat, maka jelas disitu ada tindak kezaliman. Karena telah terjadi kecurangan dengan mengambil kompensasi yang lebih besar dari biaya yang sebenarnya. 

Allah SWT berfirman: "Maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri" (TQS. At-Taubah : 70).

Dalam tafsir al Muyassar disebutkan: "Maka Allah tidaklah menzalimi mereka, tetapi merekalah yang zalim terhadap diri mereka sendiri dengan mendustakan dan menyelisihi (ajaran Allah Ta'ala)" (Tafsir Al Muyassar, 3/312).

Yaitu Allah SWT mengharamkan juga kepada manusia untuk berbuat zalim kepada dirinya dan orang lain, bahkan dilarang berbuat zalim kepada semua makhluk Allah SWT.

Perbuatan zalim disini adalah ketika seorang pemimpin mendustakan dan menyelisihi ajaran Allah atau hukum syarak. Termasuk diantaranya adalah menaikkan harga BBM.

Perbuatan zalim juga akan berakibat buruk kepada pelakunya sendiri pada hari kiamat. Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Takutlah terhadap kezaliman, sesungguhnya kezaliman akan membawa kegelapan pada hari kiamat nanti" (HR Muslim No. 2578).


Sikap Kita

Karenanya kita sebagai rakyat wajib menolak kenaikan BBM ini. Mengingat pemerintah telah berlaku zalim dengan menetapkan sesuatu (menaikkan BBM) yang bukan pada tempatnya. Bukan haknya.  

Ini adalah bukti kesekian kalinya kebohongan atas janji-janji kampanye yang disampaikan, bahwa jika menjabat presiden nantinya, akan menstabilkan harga, menyejahterakan masyarakat, menyiapkan lapangan kerja, dan lain sebagainya. 

Alih-alih menyejahterakan masyarakat, kenaikan harga bahan pokok didepan mata sudah nyata terlihat. Pemerintah sebagai penyelenggara negara wajib melayani rakyat dengan sebaik-baiknya. Berlaku adil dan tidak menzalimi. Hanya mengambil biaya operasional saja, tidak mengambil harga untuk produk minyaknya. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Yuliati Sugiono
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments