Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Yang Diuntungkan dari Kenaikan BBM Bukan Rakyat, Melainkan Pemerintah dan Asing


TintaSiyasi.com -- Pengamat Publik Tun Kelana Jaya mengatakan bahwa yang diuntungkan dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bukan rakyat, melainkan pemerintah dan asing. “Yang diuntungkan dari kenaikan BBM bukan rakyat yang pastinya, melainkan pemerintah dan asing,” ungkapnya dalam Series Aktualita: BBM Naik, Siapa Untung, Rabu (7/9/2022) di YouTube Cinta Qur’an TV.

Executive Leadership Coach Mafahim ini menyebutkan alasan di balik untungnya pemerintah adalah asas jual beli yang dilakukan pemerintah kepada rakyatnya. “Dalam hal ini, pemerintah (Pertamina) yang diuntungkan, karena sebagai penjual BBM ke rakyat,” sebutnya.

Ia mengungkapkan bahwa setiap liter BBM, ada porsi Pertamina sebanyak 10 persen. “Jadi, misalnya pertalite sekarang harganya Rp10.000, berarti ada Rp1.000,- per liter keuntungan untuk Pertamina,” ungkapnya.

Kelana menyampaikan, selain pemerintah, ada pihak lain yang diuntungkan dari kenaikan harga BBM, yakni pihak-pihak yang tidak berhak mengelola minyak negara Indonesia. Dalam hal tersebut adalah pihak asing.

“Ya mereka (pihak asing) yang diuntungkan. Misalkan Indonesia memproduksi seratus barel minyak, yang lima puluh di bawa ke negara mereka. Kalau semua untuk Indonesia, pasti kita tidak perlu bahas 502 triliun beban pemerintah,” katanya.

Ia menambahkan, sebelum kenaikan harga tahun ini, di tahun-tahun sebelumnya pun pihak-pihak selain pemerintah sudah diuntungkan. Hal tersebut dikarenakan pemerintah sudah menandatangani PSD (Production Sharing Contract) yang dikelola oleh swasta (asing). “Minyak yang tadinya cukup untuk menyuplai kebutuhan internal dalam negeri, karena diserahkan ke swasta (asing), maka swastalah yang memperoleh keuntungan,” tambahnya.

Belum lagi memakai patokan kurs. Ia mengasumsikan jika kurs rupiah terhadap dolar adalah 14.000 , sehingga diperoleh harga demikian. Namun, ia mempertanyakan, jika kurs turun, apakah harga BBM akan turun?

“Sepertinya tidak ada sejarahnya BBM akan turun mengikuti kurs. Yang ada, ada istilah ‘ketiban duren’. Turunnya harga minyak dunia, tetapi tetap naik harganya,” lanjutnya.

Ironi Subsidi

Pemerintah menyampaikan bahwa kenaikan harga BBM dikarenakan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) terbebani subsidi begitu banyak, sehingga pemerintah tidak mampu lagi, akhirnya mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM.

Padahal, Kelana menjelaskan bahwa sumber terbesar dari APBN yakni sekitar 77-80 persen dari pajak. Pajak diambil dari rakyat yang diakui sebagai pendapatan pemerintah dan digunakan untuk menyubsidi rakyat juga.

“Berarti pemerintah mungut pajak dari rakyat, masuk ke kantong APBN sebagai pemasukan, lalu pajak tadi dipakai sebagai salah satu sumber subsidi. Jadi, yang dipakai buat subsidi ya juga uang rakyat,” jelasnya.

Lalu, ia mempertanyakan, apakah pengertian subsidi tersebut, jika yang dipakai untuk memberi subsidi adalah uang orang yang menerima subsidi. “Kalau subsidi, harusnya tidak memakai uang orang yang diberi subsidi. Sama saja membohongi,” tegasnya.

Ia juga mempertanyakan, bagaimana menutupi kekurangan-kekurangan anggaran? Pastinya dengan utang yang justru akan lebih membebani APBN lagi.

“Sementara pada tahun 2021, pemerintah harus membayar Rp441 triliun untuk bunga utang saja. Pastinya akan membebani APBN. Saat ini, kita (Indonesia) seolah-olah masuk dalam jebakan APBN. APBN yang disusun adalah APBN dalam kondisi sudah lemah secara perolehan pemasukan negara,” pungkasnya.[] Mustaqfiroh
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments