TintaSiyasi.com -- Warga Purworejo boleh kembali berbangga, karena proyek besar skala nasional kembali menghampiri kotanya. Namun, kebanggaan ini tak cukup membuat warga sepenuhnya bernafas lega. Terlebih setelah pembangunan Bendungan Wadas yang masih terus menuai pro dan kontra, kini hadir rancangan pembangunan jalan tol lintas Cilacap-Jogja.
Terdapat sebanyak 56 desa di Kabupaten Purworejo hampir pasti akan dilewati ruas jalan tol ini. Ke-56 desa itu tersebar di tujuh kecamatan, yaitu Butuh, Kutoarjo, Bayan Banyuurip, Ngombol, Purwodadi, dan Bagelen. Total ada 56 desa yang akan dilewati Jalan Tol Cilacap-Yogyakarta, bertambah 15 desa dari rencana sebelumnya. Perubahan ini berdasarkan pertimbangan dari tim perencana karena Purworejo memiliki Perda RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) yang mengatur wilayah selatan (Daendels) adalah kawasan industri, kemudian ada potensi wisata pantai. Harapannya, dengan dipindahkannya exit tol menuju Daendels, akan mempermudah akses ke kawasan industri dan obyek wisata pantai (krandeganbayan.id, 12/04/2022).
Panjang ruas Jalan Tol Cilacap- Yogyakarta sekitar 121,75 Km, lebar ROW 80 m, dengan perkiraan pembebasan lahan sebanyak 1.146,91 Ha, termasuk rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib Memiliki Amdal. Menurut Ketua Tim Penyusun Amdal dari PT Perentjana Djaja, Dr Dra Fauziah Hernarawati, M.Si, saat ini sedang tahap penyusunan KA Andal, yaitu tahapan pelingkupan untuk mengidentifikasi semua dampak potensial yang diprakirakan akan terjadi akibat dari rencana pembangunan jalan tol tersebut.
Salah satu dampak positif jalan ini akan berfungsi sebagai alternatif jalan arteri primer menghubungkan antar kota/daerah dengan waktu tempuh yang lebih singkat dan lebih efisien dibandingkan ruas jalan eksisting antar kota dari Cilacap menuju Purworejo dan daerah sekitarnya. Hal ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah tersebut. Tetapi disamping dampak positif, tentu ada dampak lain yang harus kita antisipasi dengan adanya pembangunan jalan tol ini (purworejonews.com, 23/08/2022).
Pembangunan Jalur Alternatif Tak Pernah Sepi Kritik
Topik bahasan pembangunan jalan tol tak pernah sepi dari perbincangan. Mulai dari rakyat, wakil rakyat, hingga pejabat. Di level pejabat yang konon merakyat, Presiden Joko Widodo mengeklaim bahwa selama tujuh tahun periode pemerintahannya, pembangunan jalan tol di Indonesia secara keseluruhan sudah mencapai 1.900 km.
Mantan Sekretaris Menteri BUMN Muhammad Said Didu kemudian mengkritik pernyataan Jokowi tersebut. Menurutnya, Presiden sebelumnya bahkan membangun jalan negara yang lebih panjang dan gratis. Tulis Said Didu di akun Twitter pribadinya @msaid_didu, dikutip Sabtu (16/4/2022). Dia bahkan menilai akibat pemerintahan Jokowi lebih banyak membangun jalan tol, kini beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami kerugian besar karena terlilit utang yang sangat besar. Menurut dia, pemerintah seharusnya membangun jalan negara secara gratis dan bisa dinikmati warganya demi kesejahtaraan rakyat (bisnis.com, 16/04/2022).
Tentu saja ktitik ini sangat beralasan. Pasalnya pembangunan Tol, menurut beberapa pengamat menimbulkan kesenjangan, karenatak semua rakyat menikmati hasilnya, tetapi ikuut membayar utangnya. Akibat pembangunan jalan tol di sejumlah wilayah memang meningggalkan penumpukan utang pada PT Waskita yang harus dibayarkan PT Waskita untuk proyek tersebut. Saat ini, PT Waskita memiliki utang sekira Rp90 triliun dengan sejumlah proyek yang menjadi tanggung jawabnya. Sebanyak Rp70 triliun ke pebankan dan Rp20 triliun ke vendor atau kontraktor.
Dengan demikian, sungguh kasian, jika utang tersebut dibayar oleh seluruh rakyat Indonesia menjadi hal yang sangat tidak adil. Dikarenakan tidak semua masyarakat bisa menikmati jalan tol yang dibangun oleh pemerintah. Bahkan ini telah menjadi momok penambak biang kerok naiknya sejumlah pajak lainnya (pikiran-rakyat.com, 05/10/2021).
Beberapa tahun sebelumnya, kritik juga pernah ditujukan atas pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan di sela-sela meninjau percepatan pembangunan proyek New Yogyakarta International Airport di Kulon Progo, Rabu malam, 19 Desember 2018. yang memastikan bahwa pembangunan infrastruktur seperti jalan tol sangat penting untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disampaikan menanggapi banyaknya kritik terhadap pemerintahan Jokowi yang terkesan jor-joran dalam membangun infrastruktur tapi malah membebani perekonomian.
Kala itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mempertanyakan klaim pemerintah yang menyebut pembangunan jalan tol sebagai prestasi pembangunan. Menurutnya, jalan tol itu sebagian infrastruktur swasta, bukan infrastruktur publik. Sehingga ceritanya menjadi menggelikan jika pembangunan jalan tol diklaim sebagai prestasi pembangunan (tempo.co, 03/01/2019).
Jalan Tol Sebuah Lintas Alternatif Bertarif
Jalan tol adalah jalan umum atau tertutup di mana para penggunanya dikenakan biaya (atau tol) untuk melintasinya sesuai tarif yang berlaku. Jalan ini merupakan suatu bentuk pemberian tarif pada jalan yang umumnya diterapkan untuk menutupi biaya pembangunan dan perawatan jalan. Di Indonesia, jalan tol sering dianggap sinonim untuk jalan bebas hambatan, meskipun hal ini sebenarnya salah. Di dunia secara keseluruhan, tidak semua jalan bebas hambatan memerlukan bayaran. Dalam bahasa Inggris, jalan bebas hambatan tanpa berbayar dinamakan freeway atau expressway sedangkan jalan bebas hambatan berbayar dinamakan dengan tollway atau toll road (wikipedia.org).
Di negara lain, jalan bebas hambatan yang fungsinya seperti jalan tol di Indonesia dikenal dengan freeway, highway, dan expressway. Penggunaan jalan tersebut tidak dikenakan biaya dan terdapat di beberapa negara seperti Australia, India, Jepang, Kanada, Amerika Serikat, dan masih banyak lagi. Singapura dan Malaysia juga mengoperasikan expressway, sementara Filipina dan Thailand punya highway.
Adapun sejarah Jalan Tol di Indonesia itu sendiri, bermula pada tahun 1973, pemerintah Indonesia menerima dana pinjaman luar negeri yang diserahkan pada PT Jasa Marga sebagai penyertaan modal anggaran jalan tol Jakarta – Bogor – Ciawi (Jagorawi). Sejarah jalan tol pertama di Indonesia ditandai oleh peresmian jalan tol Jagorawi dilakukan oleh Presiden Soeharto pada 9 Maret 1978. Saat itu, pembebasan tanahnya dibiayai oleh pemerintah dan pembangunannya juga masih dilakukan oleh perusahaan negara. Total konstruksi jalan tol Jagorawi menghabiskan dana sekitar Rp 16 miliar dengan ruas jalan sepanjang 52 kilometer. Pada saat peresmian, pembangunan jalan tol Jagorawi baru meliputi ruas Jakarta – Citeureup (daihatsu.co.id).
Sementara itu, menurut PP No 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, pengertian jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar. Jalan tol sebagai bagian dari sistem jaringan jalan umum merupakan lintas alternatif, namun dalam keadaan tertentu jalan tol dapat tidak merupakan lintas alternatif (kumparan.com, 15/11/2021).
Memang betul banyak harapan dari dibangunnya sebuah jalan tol, di antaranya adalah demi memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan hingga demi meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan. Terlebih memang ada benarnya di satu sisi manfaat sebuah jalan tol. Yaitu meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang. Dimana pengguna jalan tol akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu jika dibanding apabila melewati jalan non tol (bpjt.pu.go.id, 31/08/2022).
Namun bukan berarti semua ini menjadi dasar pembenaran setiap pembangunan jalan tol yang ada. Pasalnya, muncul satu masalah besar dari sini, berupa pembangunan infrastruktur yang berbasis utang, dan ternyata harus dibayar mahal oleh rakyat. Jalan tol sebagai jalur kendaraan roda empat yang merupakan singkatan dari tax on location, pembangunannya pun jalan tidak mendidik masyarakat mengenai paradigma kebijakan transportasi yang benar. Pasalnya, jalan tol hanya bisa dipergunakan oleh pengguna kendaraan pribadi. Sehingga, kehadiran jalan tol hanya memberikan insentif bagi pengguna kendaraan pribadi atau operator transportasi yang bersifat privat. Bukan lagi infrastruktusr yang berupa fasilitas publik.
Islam Hadir dengan Pengaturan Fasilitas Publik Secara Komperehensif
Menurut Syekh Taqiyyudin an-Nabhani di dalam kitab Nidham al-Iqtishodi fi al-Islam, beliau menjelaskan seputar fasilitas publik. Yang merupakan fasilitas publik adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Pembiayaan pembangunan fasilitas publik ini diambil dari Baitul Mal. Karena Baitul Mal memang merupakan pihak yang berhak dan pembelanjaanya diserahkan karena adanya kemaslahatan dan kemanfaatan, bukan sebagai kompensasi apa pun. Hanya saja, terdaat satu poin bahwa umat tidak sampai tertimpa penderitaan disebabkan tidak adanya pembelanjaan tersebut. Maka, memaksakan diri membangun jalan tol sedangkan masih terdapat jalur-jalur utama lainnya, hal ini kurang tepat karena hanya memanjakan sebagian rakyat, dengan resiko memberikan dampak kepada seluruh rakyat dengan ikut menanggung lonjakan beragam pajak.
Secara umum, setiap fasilitas publik yang dibutuhkan oleh semua orang, sehingga termasuk dalam kategori marâfiq al-jamâ’ah, seperti air bersih, listrik, dan sejenisnya, semuanya ini merupakan bagian dari infrastruktur yang dibutuhkan oleh seluruh manusia dan wajib disediakan oleh negara. Karena ini merupakan fasilitas umum, maka penggunannya pun gratis, tanpa dipungut biaya.
Dalam kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah karya al-‘Allamah Syekh ‘Abd al-Qadim Zallum, dijelaskan bahwa ada tiga strategi yang bisa dilakukan oleh negara untuk membiayai proyek infrastruktur ini, yaitu:
Strategi pertama, meminjam kepada negara asing, termasuk lembaga keuangan global. Namun strategi ini jelas keliru, dan tidak dibenarkan oleh syariah. Selain hal ini termasuk riba, adanya berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh negara kreditor, jelas akan menjeratnya.
Strategi kedua yang bisa dan boleh ditempuh khilafah adalah memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum, seperti minyak, gas dan tambang, misalnya, khalifah bisa menetapkan kilang minyak, gas dan sumber tambang tertentu, seperti fosfat, emas, tembaga, dan sejenisnya, pengeluarnya dikhususkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Dasar kebolehan khalifah untuk mengambil strategi ini, salah satunya adalah Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada hak untuk memproteksi, kecuali milik Allah dan Rasul-Nya” (HR Abu Dawud).
Adapun, strategi pembiayaan yang ketiga, yaitu mengambil pajak dari kaum Muslim untuk membiayai infrastruktur. Strategi ini hanya boleh dilakukan ketika Baitul Mal tidak ada kas yang bisa digunakan. Itu pun hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana vital, dan hanya diambil dari kaum Muslim, laki-laki, dan mampu. Selain itu tidak. Begitulah strategi negara Khilafah dalam membiayai proyek fasilitas umum.
Oleh karena itu, berbangga atas sebuah pembangunan proyek atas nama infrastruktur melalui dana pinjaman dari swasta merupakan sebuah bahaya. Ini akan menyebabkan negara asing atau lembaga keuangan global tersebut mempunyai celah untuk mendikte dan mengontrol khilafah. Ini juga tidak boleh dan diharamkan. Karena hal ini merupakan ancaman serius bagi negeri Islam. Karena itu khalifah haram menggunakan strategi ini untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Satu-satunya jalan adalah kembalikan kepemilikan umum ke pangkuan umat melalui diterapkannya syariah Islam secara kaffah. Wallâhu a’lam. []
Oleh: Yanti Ummu Yahya
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments