TintaSiyasi.com -- Hati-hati dengan cuitanmu, Apalagi yang menyangkut ajaran agama. Tak seharusnya agama dijadikan guyonan. "Cengengesan" mengomentari ajaran agama, akan berujung ramai.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menyiapkan langkah hukum untuk melaporkan pegiat media sosial Eko Kuntadhi ke polisi. Langkah hukum disiapkan terkait ucapan Eko Kuntadhi di media sosial yang dianggap menghina Ning Imaz Fatimatuz Zahra dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur (15/9).
Dampak cuitan pegiat media sosial Eko Kuntadi yang menghina Ning Imaz Fatimatuz Zahra sebenarnya bukan sekedar hinaan secara individu. Akan tetapi konteks yang dijadikan candaan dalam cuitan tersebut sebenarnya lebih mengarah pada penistaan agama. Pasalnya yang ia komentari berkaitan dengan pembahasan masalah agama yang sudah sangat jelas penafsirannya dalam Islam dan tak layak ditafsirkan secara 'ngawur'.
Tak hanya sekali dua kali si Eko Kuntadi melakukan penistaan terhadap agama. Dalam jejak akun-akun media sosialnya sering mengolok-olok ajaran Islam dan ulama. Ajaran Islam dijadikan guyonan dan ditafsirkan menurut akalnya yang jongkok. Wajar ketika dibaca oleh kaum muslim yang pemikirannya lurus, sontak akan memicu kemarahan.
Bagi seorang muslim yang kuat memegang teguh agamanya, tak akan membiarkan agamanya dihina meski dilakukan oleh orang yang mengaku sebagai muslim. Pasalnya dalam ajaran Islam sendiri, membela agama termasuk bagian dari syariat sebagai konsekuensi keimanan. Maka wajar, jika terdapat penistaan atau penghinaan terhadap ajaran Islam ataupun nabi dan ulama sangat berpotensi menimbulkan kemarahan bagi kaum muslim.
Kasus penistaan agama di negeri ini sebenarnya sudah berkali-kali terjadi. Ada yang berujung bui, banyak pula yang bebas melenggang setelah minta maaf atau memberikan pernyataan di depan publik dengan surat pernyataan bermaterai. Hal ini jelas amat mudah dilakukan si penista. Namun sangat tidak adil di mata kaum muslim.
Ketika kaum muslim dihina secara individu, maka diperbolehkan memaafkan atau memberikan peringatan. Pasalnya bisa jadi si penghina tersebut belum mengenal, atau memiliki pemahaman yang salah terhadap sosok yang dihina. Dalam konteks tersebut berlaku bagi antar individu kaum muslim.
Islam mengajarkan perdamaian, saling memaafkan, saling menghormati, bersabar namun sangat tidak tepat ketika dihadapkan pada kasus penistaan agama kemudian memaafkan si penista agama. Pasalnya Islam memiliki syariat bagi penista agama yakni dengan diberikan peringatan bahkan diberlakukan hukuman mati bagi pelaku jika tidak segera bertaubat. Sayangnya hukuman bagi penista agama memang tidak bisa diterapkan secara adil dalam sistem demokrasi. Kebebasan perpendapat adalah kebebasan yang dijamin oleh negara meski menghina atau melecehkan ajaran agama.
Tak heran jika dalam negara penganut sistem demokrasi banyak bermunculan penista-penista agama yang berlindung di bawah kebebasan berpendapat. Sehingga terkadang negara pun tak mampu berbuat banyak. Selama ini ketika terjadi penistaan agama, kemudian ada pihak yang melapor maka penegak hukum akan bertindak. Namun ketika tidak ada pelaporan, maka juga tidak akan ada penindakan. Wajar akhirnya terjadi penghakiman masal. Misalnya dengan melakukan demonstrasi atau sanksi sosial oleh netizen secara bersamaan di media sosial.
Tidak ada sanksi yang tegas bagi penista agama pastinya akan menyuburkan penistaan agama di negara tersebut. Apalagi jika si penista tersebut dimaafkan dengan begitu mudah. Penistaan agama akan dianggap sebagai hal yang biasa ibarat permainan kata atau guyonan yang tak layak dipermasalahkan di ranah hukum.
Penerapan sanksi harusnya mampu memberi efek jera dan mencegah terjadinya kasus yang sama. Hal ini hanya bisa diwujudkan melalui penerapan sistem sanksi dalam kehidupan yang didukung penerapan sistem Islam lainnya. Sehingga saling berkaitan satu satu sama lainnya dalam menidak atau mencegah penistaan agama ataupun tindak kriminalitas lainnya.
Sepanjang sejarah peradaban Islam, munculnya penista agama memang tak semarak yang terjadi dalam sistem demokrasi. Hal ini dikarenakan sistem sanksi dalam Islam begitu tegas. Sehingga mampu mencegah dan memberi efek jera bagi pelaku dan menimbulkan ketakutan manusia lain untuk melakukan perbuatan yang sama. Ketika pelanggar hukum tidak diberikan sanksi secara tegas maka sangat berpotensi menimbulkan kemudaratan yang lebih besar yakni terjadinya kasus yang berulang.
Oleh: Nanik Farida Priatmaja
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments