Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Remisi Koruptor Dipermudah, Rakyat Makin Gerah


TintaSiyasi.com -- Pemerintah kembali membuat kebijakan yang mencengangkan rakyat. Kebijakan remisi koruptor yang pada tahun 2012 sangat ketat, agaknya saat ini pemerintah ingin melonggarkannya dengan selonggar-longgarnya. 

Pengetatan remisi napi korupsi sedang maju mundur. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) telah menetapkan kebijakan baru nomor 7 tahun 2022. Kebijakan baru ini merupakan buntut putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 99 tahun 2012.

Minggu (31/1/22), Koordinator Humas dan Protokol Ditjen Pas, Rika Aprianti dalam siaran pers nya mengatakan, “Dalam Permenkumham ini mempersyaratkan terpidana untuk membayar lunas denda dan uang pengganti bagi narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan hal remisi maupun integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas).”

Kebijakan ini seakan menggambarkan bahwa korupsi merupakan tindakan kejahatan biasa. Uluran pemerintah terhadap para koruptor membuat rakyat geleng-geleng kepala. Terlebih saat dikabarkan ada 23 koruptor yang berhasil mendapatkan remisi hingga akhirnya dapat bebas bersyarat. 

Kabar ini banyak menuai kritik. Rabu (7/9/22), Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo dalam channel YouTube nya berkomentar, “Ada Pemberian remisi yang itu tentu dari akal sehat kita sebagai masyarakat melihat bahwa korupsi sebenarnya merupakan kejahatan yang serius, kejahatan kerah putih, kejahatan karena jabatan, itu kemudian dianggap sebagai kejahatan yang biasa.”

Makin tampak, rezim saat ini justru berada untuk melindungi, menjamin para penjahat negeri. Warganet pun tak tinggal diam. Segera melemparkan ribuan tanggapan protes atas kebijakan baru ini. 


Kekhawatiran Rakyat

Di tengah kecaman biaya kehidupan yang makin melonjak, dan berbagai permasalahan yang tak kunjung usai, dengan mudahnya pemerintah melepas bahkan merawat para penjahat negeri. Dengan kebijakan yang justru mempermudah para koruptor, meniscayakan berulang kembali aksi korupsi oleh penjabat negeri ini. Dilema rakyat akan dipimpin oleh pemimpin yang tak memedulikan kesejahteraan mereka semakin tampak jelas.

Bagaimana bisa para pemimpin yang telah melalaikan kewajibannya, mengambil harta rakyat, merampasnya, tamak akan hasil jerih payah rakyat, dibiarkan mengibarkan sayap perjuangannya kembali. Mereka yang berusaha memperebutkan takhta kursi jabatan, dengan beragam cara dilakukan supaya mereka dapat mengeruk kembali bongkahan rupiah rakyat. Tentunya dengan kebijakan ini, akan makin memassifkan para penjabat negeri yang tamak untuk senantiasa korupsi kembali, karena hukuman yang mereka dapatkan tidak mampu membuat jera bagi mereka. 

Negeri yang menerapkan kapitalisme sebagai dasar pertumbuhannya, kemanfaatan sebagai pilarnya, menjadi hal yang pasti akan menumbuhkan para pemimpin yang tak mungkin menjadikan rakyat sebagai prioritas utama. Bahkan bukti nyata, kebijakan negeri dalam sistem ini pun mampu dibeli oleh sejumlah rupiah. Inilah rusaknya kapitalisme dalam mengatur urusan manusia. 

Lahirnya para pemimpin yang hanya mementingkan keuntungan, kemanfaatan, harta sebanyak-banyaknya, akan terus berulang bak kaset rusak yang senantiasa di putar dalam kapitalisme. Suara yang dikeluarkannya hanyalah kebisingan yang justru sangat menggangu pendengarnya. 

Sudah saatnya rakyat membuka mata, melihat bobroknya para pemimpin dalam kapitalisme. Jangankan untuk memberikan kesejahteraan, menyelesaikan permasalahan yang ada saja tak sanggup, bahkan makin memperburuk keadaan. Rakyat harus sadar bahwa hanya ada satu-satunya sistem di dunia ini yang mampu untuk melindungi manusia dari kepemimpinan yang rusak. Ia bukanlah sistem yang diciptakan dari kecerdasan manusia yang hakikatnya sangat lemah dan terbatas. Ia adalah sistem yang telah dirumuskan oleh Sang Khaliq yang diwahyukan kepada utusannya Rasulullah Muhammad SAW, yang dengan sistem tersebut Beliau membangun sebuah negara, berpijak dengannya, dan mendirikan pilar-pilar negara darinya. Begitu pun para Khalifah (pemimpin) setelah Beliau. 

Yaitu sistem Islam dalam bentuk kekhilafahan. Islam bukanlah sekadar agama ritual. Islam merupakan ideologi yang darinya memancarkan peraturan-peraturan yang mampu mengatur manusia dengan sebaik-baiknya. Islam hadir juga untuk mengatur perpolitikan, sehingga mampu mengayomi rakyat dengan baik.

Maka menjadi kewajiban seorang pendakwah untuk senantiasa menyadarkan umat akan pentingnya kembali kepada sistem Islam, yang dengan memperjuangkannya merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Menggiring umat untuk lari sejauh-jauhnya, pergi meninggalkan sistem yang rusak ini, yang hanya menyengsarakan. 

Dengan beragam bukti permasalahan yang ada, penyelesaian yang tak tepat, masihkah kita ingin dipimpin dengan pemimpin yang seperti ini terus? Apakah kita masih sanggup hidup dengan berputarnya roda kepemimpinan para koruptor? Wahai umat, bangkit dan sadarlah dari kabut hitam yang menjerumuskan kita kepada jurang kehancuran! 

Wallahu a’lam. []


Oleh: Priety Amalia
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments