Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kenaikan Harga BBM: Haruskah?

TintaSiyasi.com -- Masyarakat disambut dengan wacana kenaikan harga BBM di awal bulan September ini. Rencana kenaikan ini tak main-main dan berada dalam kisaran yang lumayan. Tentu hal ini memberikan pengaruh yang besar pada kehidupan masyarakat karena BBM menjadi satu komoditas utama yang sangat dibutuhkan. Rencana ini pun mendapat pertentangan dan penolakan dari berbagai pihak. 


Dalih Subsidi Memberatkan Negara

Dalih yang dikemukakan pemerintah dalam wacana kenaikan harga BBM ini adalah bahwa subsidi BBM yang selama ini telah diberikan pemerintah membebani APBN serta dinilai salah sasaran. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa negara telah mengalokasikan dana subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp502,4 triliun dan berpotensi ditambah Rp195 triliun tersebut masih belum tepat sasaran, dan sebagian besarnya dinikmati oleh orang kaya. 

Oleh karenanya, diperlukan langkah yang tepat untuk tetap menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai shock absorber. Artinya subsidi tidak dicabut dan penyesuaian anggaran perlu menjadi pertimbangan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki manfaat distribusi subsidi ke masyarakat.

Sementara itu, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa APBN perlu untuk terus dijaga dalam menghadapi tahun 2023 dan 2024, di mana potensi ketidakpastian masih ada. Sri Mulyani mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat mampu untuk bergotong royong (Warta Ekonomi, 26/08/2022).

BBM menjadi komoditas utama yang banyak dibutuhkan masyarakat luas. Bahkan, hampir semua lini usaha atau bisnis masyarakat, dari level kecil sampai besar, membutuhkan BBM ini dalam menjalankan usahanya. Sehingga secara nyata, kenaikan harga BBM ini akan memberikan dampak pada usaha tersebut.


Islam Menggariskan Pemerintah Tak Hanya Menjadi Regulator

Sebagai sebuah negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk tambang minyak bumi sebagai bahan dasar pembuatan BBM, menjadi sebuah hal yang aneh jika Indonesia menerapkan harga yang mahal untuk harga BBM dalam negeri. Sudah seharusnya sebagai produsen minyak bisa memberikan harga yang lebih rendah untuk olahan minyak bumi ini termasuk BBM yang saat ini meliputi Pertalite dan Solar sebagai bahan bakar kendaraan bermotor yang paling diminati karena harganya yang relatif terjangkau.

Mahalnya harga BBM ini mengharuskan kita untuk melihat pada tata kelola sumber daya alam dalam negeri. Ternyata, pemerintah melakukan liberalisasi minyak dan gas dalam negeri. Salah satunya dilakukan dengan memberikan hak pengelolaan tambang minyak dan gas ini kepada pihak swasta, termasuk asing. Negara hanya mendapatkan sedikit porsi dari keuntungan yang didapatkan. Terlebih rakyat, semakin sedikit manfaat yang dapat dirasakan dari hasil pengelolaan ini sedangkan sejatinya tambang ini merupakan milik umum di mana manfaat pengelolaannya haruslah dirasakan oleh masyarakat luas, bukan hanya segelintir orang atau kelompok saja. Keuntungan terbesar mengalir ke pihak swasta ini sebagai pengelola utama.

Inilah yang menjadi bukti bagaimana pengelolaan negara yang mendasarkan pada sistem sekularisme kapitalis yang membuat negara menjadi abai terhadap kepentingan rakyat. Terlebih, negara menganggap bahwa pengelolaan kebutuhan masyarakat adalah sebuah ajang bisnis. Negara hanya berperan sebagai regulator yang memberikan keluasaan kepada korporasi untuk mengelola pelayanan publik. Sedangkan pelayanan publik dianggap sebagai ajang bisnis yang harus mendatangkan keuntungan bagi pihaknya.

Sangat berbeda dengan paradigma Islam yang menggariskan penguasa sebagai pelaksana tanggung jawab urusan rakyat. Kekuasaan yang diperoleh digunakan untuk merealisasikan pelaksanaan pelayanan publik sampai taraf sempurna. Dalam hal pengelolaan sumber daya alam, negara menjadi pengelola dengan tujuan menghadirkan hasil manfaat untuk dirasakan masyarakat luas, tanpa mengharapkan adanya keuntungan sama sekali. Terlebih dalam pengelolaan sumber daya alam di mana menjadi satu harta kepemilikan umum yang harus dikelola negara untuk kemaslahatan masyarakat luas. Sebagaimana dalam salah satu hadis yang disampaikan oleh Rasulullah SAW yang artinya berbunyi: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Seharusnya, tambang minyak bumi dan gas yang dimiliki negara dikelola, dieksplorasi, dan dijadikan produk yang dibutuhkan rakyat dengan tujuan agar kebutuhan rakyat dapat terpenuhi. Inilah misi penguasa dalam menjalankan tugasnya. Namun sayang, keberadaan hal ini hanya bisa dirasakan saat sistem Islam yang diterapkan dalam setiap sendi kehidupan masyarakat, termasuk dalam pemerintahan yang hal ini tidak kita dapati karena negara mengadopsi sistem lain selain Islam yaitu sistem kapitalis sekuler. []


Oleh: Rochma Ambarwati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments