TintaSiyasi.com -- Seruan untuk mengembalikan seragam sekolah negeri menjadi seperti dulu mendadak ramai di media sosial. Seruan ini muncul pasca mencuatnya kasus dugaan pemaksaan penggunaan kerudung di sekolah negeri. Sebagaimana diketahui, SMAN 1 Banguntapan, Yogyakarta mendapat sorotan setelah ada laporan seorang siswi yang mengaku dipaksa memakai jilbab oleh guru BK saat masa pengenalan lingkungan sekolah. Siswi tersebut bahkan dikabarkan sampai mengalami depresi, ia mengurung diri di kamar, tidak mau makan, serta tidak mau berangkat ke sekolah (cnnindonesia.com).
Tak pelak, kasus tersebut mengundang reaksi dari berbagai pihak. Kepala Ombudsman RI daerah Yogyakarta Budi Masturi menilai pemaksaan penggunaan kerudung di lingkungan sekolah yang tidak berbasis agama bisa masuk kategori perundungan. Sementara itu, Ketua Disdikpora Yogyakarta Didik Wardaya juga menegaskan bahwa ketentuan berjilbab di sekolah negeri merupakan pilihan yang diberikan kepada peserta didik perempuan. Menurut Yasmuri, Ketua Forum Komunikasi Antarumat Beragama (FKUB) Bantul, kasus ini menunjukkan bahwa para pendidik kurang memiliki pemahaman dan rasa toleransi.
Tak tanggung-tanggung, Gubernur DIY Hamengkubuwono X bahkan langsung memerintahkan Disdikpora DIY menonaktifkan kepala sekolah SMAN 1 Banguntapan dan tiga guru yang terkait kasus ini. HB X mengingatkan agar sekolah negeri senantiasa menjaga Bhinneka Tunggal Ika dan tidak memaksakan seragam identitas keagamaan. Senada dengan HB X, Setara Institute juga mendesak Mendikbudristi Nadiem Makarim untuk melakukan evaluasi dan menerapkan protokol standar kebhinekaan di sekolah negeri.
Demikianlah, dengan adanya kasus ini, narasi kebhinekaan dan toleransi kembali digaungkan secara masif. Setiap orang dianggap memiliki hak kebebasan dan tidak boleh ada pemaksaan, termasuk dalam hal pemakaian atribut keagamaan di sekolah. Dikembangkanlah opini bahwa mewajibkan siswi Muslim berjilbab adalah suatu bentuk perundungan dan pemaksaan.
Padahal, perintah untuk menutup aurat dan berjilbab bagi Muslimah sudah sangat jelas termaktub dalam Al-Qur'an dan hadis. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 59, "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, istri-istri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang."
Dalam aturan Islam, memakai jilbab bukanlah sebuah pilihan, tetapi kewajiban bagi setiap Muslimah. Baik siap maupun tidak, seorang Muslimah yang sudah baligh wajib menutup auratnya dengan jilbab dan kerudung. Aturan ini diturunkan Allah SWT bukan untuk mengekang wanita, melainkan untuk melindungi kehormatan dan kemuliaannya.
Namun, racun sekuler-liberal telah merasuki jiwa generasi muda saat ini, hingga mereka tak lagi memahami kewajiban dalam syariat Islam. Para pemuda bahkan menganggap kebebasan berperilaku harus lebih diutamakan daripada aturan agama. Hal ini tak lepas dari sistem pendidikan saat ini yang mengusung narasi moderasi beragama. Meski tampak baik, moderasi beragama sejatinya malah mengajarkan konsep yang menyesatkan, seperti toleransi yang kebablasan, pluralisme, dan liberalisme.
Moderasi beragama justru makin menjauhkan pemuda dari pemahaman Islam yang benar, dan mengakibatkan hilangnya jati diri generasi Muslim. Pola pikir dan pola sikap kaum Muslim tak lagi berlandaskan aturan Islam. Fun, food, dan fashion ala Barat semakin meracuni pemikiran para pemuda. Aturan-aturan dalam Islam pun ditinggalkan, bahkan tidak lagi diyakini sebagai suatu kebenaran. Akibatnya, akan timbul generasi yang kebingungan, yang tidak tentu arah, dan mudah terbawa arus.
Kampanye untuk mengembalikan seragam sekolah negeri menjadi seperti dulu juga sangat kontradiktif dan tak solutif. Padahal, seragam sekolah zaman dulu cenderung mengumbar aurat, para siswi hanya mengenakan kemeja dan rok pendek. Pada era tahun 1980-1990, jilbab malah dilarang. Banyak siswi yang berhijab sampai harus dikeluarkan dari sekolah. Apakah kita mau kembali ke masa-masa kelam tersebut? Sekarang saja, masalah pergaulan bebas dan kasus kekerasan seksual terhadap siswi sekolah sudah sangat mengkhawatirkan. Jika nanti siswi sekolah wajib berpakaian pendek, bukankah kasus-kasus semacam itu akan makin merajalela?
Maka, sudah saatnya kita kembali pada aturan Islam semata. Hanya syariah Islam yang dapat menyelamatkan generasi kita, serta melahirkan generasi pejuang yang mewujudkan peradaban gemilang. Buang jauh-jauh sistem sekuler-liberal yang terbukti merusak generasi. Saatnya kita menerapkan syariah Islam kaffah, dalam naungan khilafah. []
Oleh: Fera Ummu Fersa
Pemerhati Sosial
0 Comments