Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Liberalisme Masif dalam Ajang Fashion Carnaval


TintaSiyasi.com -- Kota santri ialah julukan bagi kota yang memiliki banyak pesantren dengan muda mudi yang berbusana rapi, menyandang kitab suci, dan aktivitas mengaji Al-Qur'an. Tapi beda sekarang, sejak tahun 2003 hingga saat ini kota tersebut menjadi kota fashion carnaval bahkan bertaraf internasional atau dikenal JFC (Jember Fashion Carnaval).

Dalam ajang tersebut akan menampilkan sekumpulan model dengan kostum unik dan berdandan tentunya. Tak jarang model yang ditayangkan membuka aurat dan berlenggak-lenggok. Penampilan artis Cinta Laura Kiehl dalam acara penutupan JFC ke-18 beberapa waktu lalu sangat cepat 'menghangatkan' suasana dengan busananya yang buka aurat (merdeka.com, 7/8/2019). Sama halnya dalam pemilihan Gus dan Ning 2022 sempat viral beberapa hari lalu yang terpilih malah mempertontonkan kemolekan tubuhnya dengan berlenggak-lenggok di panggung, auratnya terbuka dilihat khalayak umum (Liputan 6, 20/7/2022).

Tak selaras dengan julukannya “Gus dan Ning” yang biasanya disebut untuk memanggil anak kyai yang paham ilmu Islam. Faktanya, pemilihan “Gus dan Ning” yang ditonjolkan yaitu seleksi calon duta pariwisata Kota Jember. Semua acara itu jelas tidak menggambarkan sebagai Kota Santri.

Sebenarnya agenda Gus dan Ning 2022 merupakan pemilihan duta pariwisata. Kandidat terpilih akan mengemban tugas sebagai wakil
anak muda untuk memajukan pariwisata Jember. Apabila dicermati lebih dalam, penggenjotan pariwisata, termasuk bidang lainnya, bertujuan untuk menaikkan pendapatan daerah agar mendapat pemasukan besar untuk membangun daerahnya. 

Alasan ekonomi menjadi dasar setiap daerah untuk melakukan pemilihan duta wisata. Meski bertentangan dengan kalam Ilahi, seolah tidak masalah bagi mereka. Padahal sumber kekayaan pendapatan daerah ataupun negara terdapat pada Sumber Daya Alam (SDA) yang justru dalam kapitalisme ini diprivatisasi oleh pemilik modal (korporasi).

Pergeseran budaya dan kebiasaan dalam sebuah wilayah karena ada perubahan pemikiran di dalamnya. Jika dahulu sangat erat dengan para santri yang terkenal berilmu, saat ini lebih dekat dengan budaya Barat (Asing). Tidak hanya itu, dalam ajang JFC dan pemilihan duta wisata banyak melanggar syariat Islam. Misalnya, pakaian yang tidak menutup aurat, ikhtilat (campur baur antara lawan jenis), dan tak sedikit yang meninggalkan sholat wajib karena acara diselenggarakan dari siang hingga petang (magrib). 

Padahal, hal ini merupakan salah satu upaya Barat untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya. Theodore Cuyler Young dalam
bukunya, Near Eastern Culture and Society, menyatakan, “Di setiap negara yang kami masuki, kami gali tanahnya untuk membongkar peradaban sebelum Islam. Tujuan kami bukanlah untuk mengembalikan umat Islam kepada akidah-akidah sebelum Islam, tetapi cukuplah bagi kami membuat mereka terombang-ambing antara memilih Islam atau peradaban lama tersebut.”

Upaya Barat untuk membuat kaum Muslim bimbang terhadap agamanya sendiri sepertinya berhasil. Sudah banyak aktivitas umat muslim yang sejalan dengan keinginan mereka. Tidak terkecuali ide moderasi beragama yang masuk dalam setiap lini kehidupan. Salah satu poin yang sering disampaikan dalam ajaran ini adalah “melestarikan budaya yang hilang”.

Agenda moderasi beragama dengan teori Theodore ini sesuai fakta saat ini terjadi. Kota yang dahulu terkenal dengan santrinya, kini pemikiran dan budayanya sudah tergerus serta terpengaruh dengan gempuran budaya Barat
termasuk isu moderasi beragama.

Meski demikian, bukan berarti melestarikan budaya itu haram mutlak dalam Islam. Setiap aktivitas dalam melestarikan budaya wajib sesuai Islam. Namun, jika bertentangan, tidak boleh mengambilnya. Setiap aktivitas yang dilakukan tanpa ada syariatnya akan sia-sia, bahkan bisa berdosa.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW “Barang siapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718).

Oleh karena itu, seluruh pihak seharusnya sadar dan aktif melakukan pencerahan atas setiap
aktivitas yang menjauhkan umat khususnya kaum muda dari syariat. Terutama yang berada di Kota Santri memiliki kekuatan untuk mengedukasi umat agar tidak terjerumus pada jalan yang sesat. Lebih dari itu, butuh upaya masif dan komprehensif demi melindungi kaum muslim dari seluruh pengaruh berbahaya.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Sahna Salfini Husyairoh, S.T.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments