Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jilbab Adalah Kewajiban Bukan Perundungan


TintaSiyasi.com -- Seorang siswi kelas X di SMAN 1 Banguntapan Bantul, mengaku dipaksa berhijab oleh guru BK di sekolah tersebut. Akibat pemaksaan itu, siswi tersebut depresi dan sampai saat ini mengurung diri. Yuliani dari LSM Sarang Lindi selaku pendamping siswi tersebut mengatakan pemaksaan itu dilakukan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Awalnya saat MPLS, siswi tersebut baik-baik saja dan mulai tertekan saat dipanggil guru BK. Akibat kejadian itu siswi berusia 16 tahun itu mengalami depresi. Bahkan menurut penuturan Yuliani si anak masih mengurung diri hingga saat ini. Sedangkan, Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY Budhi Masturi menilai, pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah negeri yang bukan berbasis agama bisa masuk kategori perundungan. 

Laporan Human Rights Watch tahun 2021 mendokumentasikan perundungan yang meluas terhadap perempuan dan anak perempuan untuk memaksa mereka memakai jilbab serta tekanan psikologis mendalam yang dapat ditimbulkannya.

Banyak media yang terus menyoroti kasus tersebut dan berbagai kalangan ikut berkomentar, seolah menjadi kesempatan untuk menuduh Islam sebagai agama intoleran.

Berbeda sikap saat banyak Muslimah yang dilarang berpakaian Muslimah oleh pihak sekolahnya karena terkait peraturan sekolahnya sudah menetapkan peraturan pelarangan hijab. Tak ada yang menyebut sebagai perundungan, tidak banyak yang membela, dan media menjadi bisu seolah tak mendengar dan tak melihatnya.

Kejadian ini telah menambah deretan kasus yang mempersoalkan pakaian Muslimah. Inilah ironi di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim tapi hijab yang syariat telah jelas mewajibkannya terus dipersoalkan. Bahkan syariat Islam kerap dituduh sebagai ajaran yang intoleran.


Fakta Kronologis Peristiwa

Dari klarifikasi ketiga Guru BK di SMAN 1 Banguntapan kepada LBH Muhammadiyyah,ternyata tidak seperti yang digambarkan media. Menurut mereka dari awal masuk sekolah MPLS, siswi tersebut di kelas murung, tidak mau berkomunikasi dengan teman-teman di kelasnya. Apabila ditanya wali kelasnya, tidak menjawab.

Dari situ Wali kelas merasa khawatir, kemudian melaporkan kepada Guru BK untuk menggali permasalahan siswi tersebut. Dan dari hasil penggalian latar belakang masalah, ternyata siswi tersebut sejak kelas 5 SD naik ke kelas 6 SD mengalami perceraian orang-tuanya.
Awalnya siswi tersebut ikut ibunya. Setelah ibunya menikah lagi dan tinggal di Wonosari, siswi tersebut ikut ayahnya yang berprofesi sebagai jurnalis yang beralamat di Kotagede.

Seiring berjalannya waktu, ayahnya menikah lagi dan siswi tersebut tidak cocok dengan Ibu tirinya. Mereka sering berkonflik sehingga tidak ada hubungan yang harmonis.

Latar belakang siswi tersebut dari SMP 13 Yogyakarta (SMP KKO) dan kebetulan seorang atlet sepatu roda. Ketika kelas 3 SMP, siswi tersebut ingin masuk SMA 5 Yogyakarta, tetapi karena nilai tidak memenuhi akhirnya oleh ayahnya didaftarkan ke SMAN1 Banguntapan, sehingga sebenarnya SMAN 1 Banguntapan memang bukan tujuan siswi tersebut.

Di SMAN1 Banguntapan sendiri memang dibiasakan tadarus setiap hari sebelum pelajaran. Bagi siswi Muslim, disarankan berjilbab dengan rok panjang dan kemeja lengan panjang. Sehingga karena siswi tersebut beragama Islam maka dianjurkan memakai jilbab. Tidak ada paksaan dalam konseling dengan guru BK, karena siswi tersebut mau ketika ditawarkan untuk diajari memakai jilbab.

Kemudian siswi tersebut meminta kepada ayahnya untuk dibelikan seragam jilbab di sekolah seharga Rp 75.000,00. Ayahnya terkejut dan tidak terima, lalu menggandeng Yuliani dari LSM Sarang Lidi melaporkan ke Ombudsman dengan dipelintir.


Kewajiban Menutup Aurat

Islam mempunyai pandangan terhadap perempuan sebagai kehormatan yang wajib dijaga, hukum-hukum syariat terkait perempuan sangat banyak dan terperinci.Tapi hari ini kehidupan hedonis sangat kental menyelimuti kehidupan remaja. Tanpa kecukupan maklumat sangat mengkhawatirkan akan terbawa arus iming-iming hedonisme.

Sekarang banyak Muslimah yang tahu bahwa menutup aurat adalah wajib, dan berdosa jika meninggalkannya, tapi ternyata ia tetap ngotot tidak mau memakainya dengan berbagai macam alasan. 

Padahal, Allah SWT telah berfirman, “Katakanlah kepada perempuan yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS an-Nur: 31).

Menurut Imam al-Thabari, makna yang lebih tepat untuk “perhiasan yang biasa tampak” adalah muka dan telapak tangan.

Dalam kehidupan umum, Islam mewajibkan kaum perempuan menggunakan pakaian syari, yakni jilbab dan kerudung, melarang ber-tabaruj, dan memerintahkan laki-laki dan perempuan menjaga pandangan.

Aturan tentang menutup aurat dengan sempurna kepada para muslimah tersebut sudah tercantum di dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31 (perintah mengenakan kerudung) dan surah Al Ahzab ayat 59 (perintah mengenakan jilbab), serta surah Al Ahzab ayat 33 (tidak tabarruj atau berhias secara berlebihan dalam berpakaian atau ber-make up).

Maka, perempuan yang telah baligh berkewajiban menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan di hadapan laki-laki yang bukan mahram, di mana pun mereka berada, baik dalam kehidupan khusus (di rumah) maupun dalam kehidupan umum (di luar rumah).

Oleh karenanya sebagai seorang Muslim ketika sudah jelas baginya hukum suatu perbuatan, maka dia terikat dengan hukum tersebut. Bila hukumnya wajib, ia wajib untuk menjalankannya tanpa mencari-cari alasan untuk menolaknya. Maka apabila seorang Muslimah sudah memahami bahwa kerudung dan jilbab adalah wajib baginya, ia tidak akan mencari-cari dalil dan dalih agar bisa menghindar dari memakainya.


Bukan Perundungan

Setiap calon siswa sekolah mana pun dari dulu pasti paham aturan sekolah yg hendak dituju. Maka aneh bila sudah diterima kemudian merasa dipaksa memakai seragam menutup aurat yang merupakan aturan sekolah tempat dia sekolah. Jadi kasus Ini bisa diduga sengaja dibuat opini perundungan.

Selain itu, jika dilihat dalam kasus ini siswi tersebut jelas sudah baligh. Maka dia telah memiliki tanggung jawab lebih sesuai dengan perkembangan kadar akalnya. Terutama tanggung jawab untuk menjalankan taklif-taklif syariat. Bukan sebatas shalat, shaum dan thalabul ilmi (menuntut ilmu). Di antara taklif syariat yang penting lainya misalnya taklif untuk menutup aurat secara sempurna. 

Jadi apakah kita akan biarkan anak-anak kita melakukan perbuatan dosa hanya karena kita tidak ingin memaksanya dan menunggunya untuk menyadarinya? Tentu tidak. Maka dalam kasus ini yang terjadi bukanlah perundungan, tapi bentuk kasih sayang guru kepada muridnya untuk melindungi siswi tersebut dari dosa, menuntun untuk taat pada syariat Islam.

Seharusnya aturan wajib pakaian Muslimah menjadi bagian dari pembiasan yang selalu diiringi dengan proses penyadaran hingga membentuk kepribadian Islam. Oleh karena itu perlunya peran orang tua dalam mendidik dan membiasakan menutup aurat sejak dini. Karena aturan akan menjadi sebuah paksaan jika tidak diiringi dengan proses pendidikan untuk membangun kesadaran.

Di sini peran negara juga dibutuhkan untuk melindungi dan menyadarkan tentang kewajibanya perempuan yang sudah baligh untuk menutup auratnya dengan berjilbab. Hal ini bisa dengan dibuat undang-undang kewajiban perempuan menutup aurat termasuk sanksi bagi yang membuka aurat di luar rumah. Sehingga perempuan akan terjaga kehormatannya.

Mungkinkah sistem kapitalisme sekarang ini mampu mewujudkannya? Jelas tidak! Karena sistem negara kita hari ini adalah sistem sekuler yang malah menjauhkan umat dari Islam dan syariatnya. 

Hanya dalam sistem Islam yaitu negara khilafah, akan menjaga dan memuliakan perempuan. Dengan khilafah akan mampu mewujudkan generasi Muslim dengan kepribadian Islam yang sangat tinggi, sebagaimana generasi-generasi terdahulu di masa kejayaan dan kemuliaan Islam. []
 

Oleh: Nur Hidayah
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments