Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hijab Kewajiban Bukan Pilihan


TintaSiyasi.com -- Hijab merupakan ciri khas bagi seorang Muslimah. Mengenakannya adalah sebuah kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat. Namun, apa jadinya jika ada seorang wanita yang mengaku Muslim tetapi enggan untuk berhijab bahkan justru depresi saat dipaksa memakai hijab.

Fenomena inilah yang sedang terjadi di lingkungan SMAN 1 Banguntapan. Salah seorang siswinya diduga mengalami depresi setelah dipaksa memakai hijab oleh gurunya. Dikutip dari Detik.com (29/7/2022), Seorang siswi kelas 10 di SMAN 1 Banguntapan mengaku dipaksa berhijab oleh guru BK di sekolah tersebut. Akibat pemaksaan itu, siswi tersebut depresi dan sampai saat ini mengurung diri.

Yuliani selaku pendamping siswi tersebut sekaligus bagian dari Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) DIY mengatakan pemaksaan itu dilakukan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Awalnya saat MPLS, siswi tersebut baik-baik saja dan mulai tertekan saat dipanggil guru BK. Dia menuturkan, saat dipanggil, siswi tersebut merasa terus dipojokkan. Selain itu, siswi itu dipakaikan hijab oleh guru BK. 

Banyak kalangan yang kemudian turut angkat bicara perihal kasus ini. Bahkan kejadian tersebut disinyalir sebagai sebuah perundungan yang berpotensi dikenai sanksi. Sebab, menurut Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya, sesuai aturan sekolah yang diselenggarakan pemerintah, sekolah tak boleh melakukan pemaksaan dan harus mencerminkan kebhinekaan.

Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY Budhi Masturi juga akan menelusuri dugaan perundungan dalam peristiwa tersebut. Dia menilai pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah negeri yang bukan berbasis agama bisa masuk kategori perundungan. Nantinya jika terbukti ada perundungan dalam kasus tersebut, maka dinas terkait harus segera melakukan evaluasi dan pemberian sanksi (KumparanNEWS, 31/7/2022).


Ancaman Nyata Sekularisme

Sungguh menjadi sebuah ironi yang memilukan jika generasi Muslim yang harusnya menjadi harapan besar bagi agama maupun bangsa justru anti terhadap ajaran agamanya sendiri. Tiada yang bisa menafikkan bahwa hijab harusnya telah menjadi ciri khas atau identitas yang bisa dikenali dari seorang Muslimah.

Tetapi, risiko dan ancaman nyata sekularisme saat ini telah terbukti. Fungsi pendidikan sebagai wadah untuk melatih generasi Muslim melakukan kebaikan dan ketaatan pada syariat, malah dipandang sebagai pelanggaran hak peserta didik. 

Membedakan aturan sekolah berbasis agama dan umum terkait masalah pakaian juga merupakan sebuah kekeliruan yang lagi-lagi merupakan dampak dari pengadopsian sekularisme. Sebab, hijab bukanlah sebuah pilihan boleh digunakan atau tidak sesuai keinginan. Tetapi syariatnya telah jelas, selama dia seorang Muslimah yang telah baligh maka wajib atasnya untuk mengenakan hijab.

Sekularisme merupakan akidah dari mabda (ideologi) kapitalisme yang sedang diterapkan hari iji. Sekuler adalah gagasan berpikir yang memisahkan antara aturan beragama dengan kehidupan. Sekularisme kini menjadi akidah yang dibangga-banggakan hampir di seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Sekularisme ini pulalah yang menjadi racun pemikiran bagi para generasi saat ini khususnya generasi Muslim.

Generasi Muslim menjadi kehilangan jati dirinya akibat paham pemisahan aturan beragama ini. Barat kini menjadi kiblat generasi, mulai dari food, fun, fashion, hingga lifestyle-nya. Semua itu terjadi, sebab gejolak pencarian jati diri di usia muda para generasi tidak di bentengi oleh aturan agama. Alhasil potensi itu menjadi liar, dilampiaskan sesuai dorongan syahwat generasi muda. 

Di samping itu, alih-alih negara berperan sebagai filter masuknya budaya Barat. Negara justru menjadi corong budaya bebas ala Barat dengan mudahnya masuk meracuni para generasi. 

Ide moderasi agama yang kini menjadi ide andalan negara yang dominan disebarluaskan dalam ranah pendidikan pun sejatinya merupakan senjata Barat yang bukannya melahirkan pemuda-pemuda taat tetapi justru makin menjauhkan generasi Muslim dari ajaran Islam kaffah. 

Semangat belajar Islam para generasi menjadi terbelenggu oleh narasi ekstremisme dan radikalisme. Semangatnya terhalang oleh rasa takut dan ketidakpedeannya akibat tidak didukung oleh kondisi yang ada. Maka wajar, jika kemudian, hijab yang notabanenya merupakan kewajiban sekaligus ciri identitas seorang Muslimah menjadi hal yang tabu untuk dikenakan.


Islam Melahirkan Generasi Berkarakter Kuat

Melahirkan generasi berkarakter kuat dan tangguh tentu menjadi cita-cita bagi sebuah bangsa dalam melahirkan sebuah perubahan. Karakter ini tentu hanya bisa diperoleh dari solusi Islam yang pernah terbukti pada masa kegemilangan peradaban Islam selama 13 abad lamanya. 

Di masa itu, tercetak banyak pemuda yang tidak hanya hebat dari aspek intelektualnya tetapi juga saleh pribadinya. Beberapa contoh di antaranya adalah Salman al-Farisi, Imam As-syafi'i, Muhammad Al-Fatih, Ibnu Sina, Ibnu Firnas, al-Khawarizmi, Shalahuddin Al-Ayyubi, Harun Ar-Rasyid, dan banyak pemuda lainnya. Mereka mengerahkan segala potensi yang dimilikinya semata untuk menciptakan kebermanfaatan di tengah-tengah umat.

Pencapaian di masa peradaban Islam tersebut tak lepas dari beberapa hal penting yang diupayakan realisasinya. Pertama adalah penanaman akidah Islam dalam diri setiap generasi Muslim. Pemahamannya yang kuat terhadap asal keberadaannya, tujuan hidupnya, pertanggungjawabannya kelak di akhirat melahirkan kesadaran pada diri generasi akan keterikatannya pada syariat Islam.

Waktunya yang singkat di dunia akan dimanfaatkan dengan baik khususnya dalam hal menuntut ilmu, yang dengan itu keimanan dan ketakwaannya akan semakin kuat. Tidak mudah dipengaruhi oleh berbagai perkembangan style hidup yang ada.

Kedua adalah kontrol masyarakat. Karakter sebuah generasi tidak lepas dari pengaruh lingkungannya. Lingkungan yang acuh menjadikan generasi muda tumbuh menjadi pribadi yang acuh pula. Sebaliknya, masyarakat yang peka mampu menjadi salah satu kontrol bagi perilaku generasi muda. Sehingga, dapat tercipta masyarakat yang harmonis.

Ketiga adalah peran negara. Individu maupun masyarakat sejatinya tak cukup kuat melahirkan generasi kuat dan tangguh jika tak didukung oleh peran negara. Dengan adanya peran negara pembentukan karakter kuat pada diri generasi bisa jadi lebih sistematis. 

Hal itu dikarenakan negara akan menjadi benteng pertahanan masuknya racun-racun pemikiran maupun budaya luar. Dilengkapi pula oleh sistem pendidikan yang berasaskan pada akidah Islam, dengan tujuan melahirkan output-output bersyakhsiyah Islam sekaligus menguasai ilmu-ilmu terapan. 

Dengan hal ini, ketaatan generasi Muslim pada syariat Islam akan dijalankan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran. Bukan atas dasar paksaan. Namun, hal ini tentu tak mungkin dapat terealisasi selama sekularisme masih menjadi akidah yang diemban oleh generasi maupun negara. Tetapi perlu mengganti akidah tersebut dengan akidah Islam kemudian mewujudkannya dalam institusi negara yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta khalifah setelahnya yakni institusi Daulah Khilafah Islamiah. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nurhikmah
Tim Pena Ideologis Maros
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments