Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KKB Kembali Berulah, Negara Harus Apa?


TintaSiyasi.com -- Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua kembali melakukan penyerangan terhadap warga sipil pada Sabtu (16/7) pagi. Dilansir dari kompas.com sebanyak 10 orang warga kampung Nogoliat, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, tewas setelah diserang oleh kelompok tersebut. Selain 10 korban tewas, dalam kejadian itu terdapat juga dua orang yang mengalami luka akibat senjata tajam.

Terkait kejadian tersebut, Pengamat Intelijen dan Terorisme Stanislaus Riyanta meminta agar TNI-Polri bersikap tegas kepada KKB demi keselamatan masyarakat. Sebab menurutnya motif yang dilakukan KKB adalah bentuk perlawanan terhadap NKRI dan sudah melanggar Hak Asasi Manusia (kompas.com, 17/7/2022).

Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri dalam laporan refleksi semester pertama tahun 2022 Polda Papua menyampaikan bahwa kasus tewasnya 10 warga sipil tersebut menambah jumlah korban jiwa akibat kebrutalan KKB Papua sepanjang tahun ini. Sebelumnya, tercatat sepanjang Januari-Juni 2022 KKB Papua telah melancarkan 44 aksi teror dan sudah ada 25 orang yang tewas akibat serangan kelompok separatis tersebut, 18 orang di antaranya merupakan warga sipil.

Tak hanya di tahun ini saja KKB Papua meneror dan meresahkan warga Papua. Pada tahun 2020, KKB secara intens melakukan penembakan terhadap anggota TNI dan warga sipil. Mereka juga melakukan pembakaran terhadap kios milik warga, sejumlah alat berat, dan kantor desa setempat. Berbagai ancaman dan pengaiayaan sering kali dialami warga akibat aksi teror KKB.

Tak berhenti di situ, pada tahun 2021 lalu, tepatnya tanggal 30 Januari KKB membunuh seorang warga sipil di sekitar perbatasan Distrik Sugapa yang dituduh sebagai mata-mata TNI-Polri. Lalu pada Februari KKB melesatkan pistolnya ke arah warga sipil pendatang dari Makasar dengan jarak dua meter. 

Aksi kejahatan yang dilakukan KKB Papua memang sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Mereka sering melakukan penyerangan, penembakan, dan pembacokan hingga menimbulkan korban tewas baik dari kalangan warga sipil maupun TNI-Polri. Mereka juga membakar rumah warga, sekolah, serta fasilitas umum lainnya di beberapa wilayah Papua.

Menelaah semua ini, maka sudah bisa dipastikan bahwa KKB adalah teroris sesungguhnya di negeri ini. Tindakan KKB telah menghilangkan rasa aman di tanah Papua, padahal harusnya jaminan keamanan adalah harga mati bagi kedaulatan suatu negara.

Meskipun sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa keberadaan KKB ini berbahaya, sikap pemerintah seolah lamban dalam menyelesaikannya. Bagaimana tidak, sebelumnya pemerintah menyebut kelompok separatisme Papua ini hanya dengan sebutan Kelompok Kriminal Bersenjata bukan terorisme. Padahal aksi mereka sudah lebih dari cukup untuk disebut sebagai terorisme. Meski pada akhirnya pada April 2021 lalu berdasarkan UU nomor 5 tahun 2018 status mereka sudah ditetapkan menjadi teroris.

Dari sini nampak jelas kalau pemerintah seakan hilang nyali jika menghadapi KKB. Untuk menyebut mereka sebagai kelompok teroris dan separatis saja butuh waktu bertahun-tahun padahal sudah banyak nyawa menjadi korban kebrutalan teroris KKB.

Jika kita perhatikan, munculnya separatisme di Papua berawal dari adanya ketimpangan sosial, diskriminasi, dan ketidakadilan yang mereka rasakan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Papua sangat kaya akan sumber daya alam, namun kekayaan tersebut tidak dinikmati oleh penduduk setempat. Rakyat Papua banyak yang hidup dalam kekurangan, kemiskinan, kekurangan gizi, pendidikan rendah, juga akses publik yang sangat terbatas.

Inilah persoalan yang harus diselesaikan, negara harus menjamin kebutuhan dasar mereka seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Bukan malah hanya sekadar membangun infrastruktur.

Selain itu keadilan juga harus ditegakkan, negara harus mengadili pelaku penganiayaan terhadap warga, siapa pun dia, apa pun jabatannya. Sebab, sudah sering terjadi hukum menjadi tumpul tatkala pelaku pelanggaran hukum adalah aparat TNI-Polri.

Masalah Papua tidak akan selesai dengan gaya dan model kepemimpinan demokrasi kapitalisme. Di bawah sistem ini, Papua masih tercaplok kekayaan alamnya, terancam dengan separatisme dan terancam hak-hak rakyatnya. Problem Papua akan berakhir jika masalah kesejahteraan, keamanan dan keadilan terselesaikan tuntas dengan solusi cemerlang.

Dengan demikian, sudah seharusnya penumpasan kelompok separatis KKB berpijak pada sistem Islam. Dalam Islam, menjaga persatuan dan kesatuan adalah kewajiban. Maka, memisahkan diri dari negara adalah keharaman. Setiap pelaku bughat atau makar diberi sanksi diperangi (memberi pelajaran) tanpa membunuh nyawa agar mereka kembali bersatu dalam negara. Kecuali jika pelaku makar tersebut adalah non-Muslim. Di samping itu, mencegah segala bentuk intervensi asing, memutus rantai hubungan kerja sama warga negara dengan pihak luar negeri, serta menerapkan kebijakan satu pintu melalui departemen luar negeri adalah seperangkat upaya yang bisa dilakukan untuk melawan kelompok separatis ini. Sungguh sangat sempurna Islam dalam menjaga persatuan dan kesatuan. []


Oleh: Annis ZM
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments