Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ada Apa di Balik Pemberitaan Masif Tentang Kekerasan Seksual dan ACT?


TintaSiyasi.com -- Akhir-akhir ini viral berita kasus pelecehan seksual oleh Moch. Subchi Azal Tsani (Mas Bechi) terhadap sejumlah santriwati di pesantren Shiddiqiyyah, Jombang.

Selain itu beredar juga pemberitaan isu penyelewengan dana donasi di lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap ( ACT ). Kasus ini berlanjut pada penutupan 300 rekening ACT.

Seperti yang dilansir oleh detiknews (9/7/ 2022), kasus pelecehan yang dilakukan oleh Moch. Subchi Azal Tsani atau Mas Bechi terhadap sejumlah santriwati di pesantren Shiddiqiyyah, Jombang bikin geger Tanah Air. Komnas HAM menyebut aparat penegak hukum perlu menerapkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyelidiki dugaan penyelewengan dana donasi yang dilakukan lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT) setelah media mengungkapkan dugaan penyelewengan tersebut. Mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar pun dimintai keterangan pada Jum'at, 8/7/2022 (Kompas.com, 8/7/2022).

Kasus yang menimpa pesantren Shiddiqiyyah dan ACT memang sangat miris. Hanya saja kenapa kasus seperti ini sangat masif diberitakan ketika oknum pelakunya berkaitan dengan simbol keislaman?

Direktur An Nasr Institute For Strategic Policy Munarman S.H, pernah membeberkan tentang adanya aktor utama agenda serta alur isu dan strategi antek-antek AS dan Zionis Yahudi untuk mendiskreditkan kelompok Islam dengan berbagai stigmatisasi seperti fundamentalis, radikal, intoleran, terorisme, dan sebagainya. Di antaranya mereka membentuk lembaga-lembaga yang fokus mengkampanyekan anti syariat Islam dan anti formalisasi syariat.

Menurutnya pula, lembaga-lembaga itu kerap membenturkan kelompok Islam serta berupaya melemahkan dan membelokkan pemahaman Islam seperti jihad, khilafah, dan sebagainya.

Mereka juga membuat program bersama yaitu deradikalisasi dengan sasaran bidiknya adalah ormas Islam, majelis taklim, para kyai dan ustaz/ ustazah, berbagai institusi perguruan tinggi dan masyarakat.

Mereka juga menyerang kelompok Muslim yang mereka sebut dengan fundamentalis dengan strategi dan taktik pemikiran. Mereka juga membunuh karakter tokoh-tokoh agama dan lembaga kemanusiaan Islam, terlepas tokoh atau lembaga kemanusiaan tersebut betul-betul melakukan penyelewengan di mata hukum ataukah hanya fitnah.

Di antaranya yang pertama yaitu encouraging journalist to investigate issues of corruption, hypocrisy, and immorality, yakni mendorong media untuk mempublikasikan kesalahan tokoh atau pengelola pesantren seperti korupsinya, kemunafikannya, atau berbagai tindakan tidak bermoral lainnya. Tujuannya agar masyarakat tidak percaya lagi kepada simbol pendidikan Islam seperti pesantren dan lembaga kemanusiaan Islam.

Yang kedua yaitu exposing their relationships with illegal groups and activities, yakni mengaitkan tokoh atau pengelola lembaga kemanusiaan Islam tersebut dengan kelompok yang dicap teroris atau radikal agar masyarakat menjauhi mereka dan enggan menyumbangkan dana.

Intinya, masifnya pemberitaan kedua kasus ini tidak lepas dari islamofobia. Islamofobia sebenarnya muncul karena ketakutannya orang kafir Barat terhadap ideologi Islam yang makin berkembang dan sinergis dengan dakwah Islam kaffah ke seluruh penjuru dunia. Barat dengan ideologi kapitalisme sekulernya cemas karena kedudukan mereka akan tergeser oleh Islam. Mereka khawatir idiologi Islam akan menaklukkan budaya, gaya hidup dan peradaban sekuler.

Sejatinya perang idiologi ini telah berlangsung lama sampai saat ini. Barat telah mencium aroma kebangkitan Islam ini, Barat akan melakukan apa saja demi mencegah bangkitnya Islam layaknya singa yang bangun dari tidur panjangnya.

Munculnya fenomena islamofobia tentu harus dihadapi dengan tepat agar umat Islam tidak termakan konspirasi Barat. Umat harus terus dibina agar memiliki keimanan yang kokoh, mempunyai wawasan politik yang kuat dan paham syariat Islam kaffah sebagai solusi dari seluruh problematika kehidupan.

Umat juga harus didorong untuk bersama-sama berupaya mewujudkan kekuatan politik Islam untuk menghadapi perang peradaban.

Dengan kekuatan politik Islam segala problem yang dihadapi umat akan mampu diselesaikan, termasuk melawan arus islamofobia yang diorganisir oleh negara-negara pengusung kapitalisme, yang ingin melanggengkan penjajahan.

Sejarah membuktikan, hadirnya kekuatan politik Islam (khilafah) mampu menjaga kemuliaan Islam dan kaum Muslim selama belasan abad. Umat Islam tampil sebagai umat terbaik yang disegani lawan maupun kawan.

Khalifah mempunyai mekanisme untuk menghadapi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang akan melemahkan posisinya. Selain itu juga dalam menghadapi ancaman islamofobia yang terus disusupkan di tengah umat Islam.

Dengan demikian, Islam rahmatan lil 'alamin akan terasa di seluruh penjuru dunia dan musuh-musuh Islam akan berfikir seribu kali untuk berkonspirasi melawan Islam.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Yuniyati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments