Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penghinaan Terhadap Nabi, Tak Cukup Boikot dan Mengecam


TintaSiyasi.com -- Menanggapi penghinaan elite politik India terhadap Rasulullah SAW dan Aisyah radhiyallahu anha, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Ustaz Farid Wadjdi menegaskan perlakuan zalim atas umat Islam di India harus dihentikan, tidak cukup dengan kecaman atau boikot ekonomi. 

“Perlakuan zalim atas umat Islam di India yang jumlahnya 195 juta orang dari 1,3 miliar populasi, sudah seharusnya dihentikan. Tentu saja tidak cukup dengan kecaman dari penguasa negeri-negeri Islam atau boikoit ekonomi,” tegasnya kepada Tintasiyasi.com, Kamis (9/6/2022). 

“Apalagi sudah banyak diketahui, kecaman penguasa negeri Islam kerap kali sekadar formalitas, untuk mendapatkan simpati umat Islam. Hal ini tidak akan menghentikan tindakan keji rezim India berkuasa. Yang harus dilakukan adalah tindakan yang signifikan dan konkret, yaitu keberadaan kekuatan politik global dunia Islam,” tegasnya. 

Ia menyebutkan, India telah menerima kecaman keras dari berbagai negara yang mayoritas beragama Islam. Kuwait, Qatar, dan Iran memanggil duta besar India sebagai protes pada Ahad (5/6). Arab Saudi juga mengecam pernyataan itu pada Senin (6/6). Qatar mengatakan pihaknya mengharapkan permintaan maaf secara publik dari India. Seruan boikot produk India dan beberapa aksi pun terjadi di beberapa bagian dunia Islam. Sebanyak 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Pakistan juga mengkritik India. 

Farid mengungkapkan, penghinaan elite politik BJP yang dikenal anti-Islam bukanlah pertama kali. Penghinaan seperti ini berulang-ulang mereka lakukan. Bukan hanya itu, sejak partai militan BJP berkuasa kezaliman terhadap umat Islam India semakin menjadi-jadi. Pembunuhan terhadap Muslim India, penghancuran masjid, pembakaran rumah dan toko umat Islam kerap terjadi belakangan ini. 

“Larangan berhijab, bagi pelajar Muslimah India pun telah menimbulkan konflik. Sebelumnya undang-undang kewarganegaraan yang diskriminatif dan merugikan umat Islam memicu kemarahan umat Islam. Partai militan Hindu ini memang menggunakan isu anti-Islam untuk mendapatkan dukungan politik dari pendukungnya,” tambahnya. 

Maka, kembali ia menekankan, kekuatan politik global ini penting, mengingat apa yang dilakukan India, tidak bisa dilepaskan dari lampu hijau negara-negara imperialis Barat. Dukungan Barat atau paling tidak diamnya Barat telah membuat penguasa India berani. Hal yang sama terjadi terhadap umat Islam tertindas lainnya di wilayah lain seperti Suriah, Muslim Rohingya di Myanmar, Palestina, dan Muslim Uighur di Cina. 

“Kenapa entititas penjajah Yahudi memperlakukan umat Islam Palestina seenaknya, karena mereka tahu akan selalu mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Konflik Suriah, Yaman, Irak, berkepanjangan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan dan campur tangan negara-negara Barat,” jelasnya. 

Menurut Farid, kondisi tersebut diperparah oleh penguasa-penguasa di negeri Islam yang menjadi boneka Barat. Alih-alih mereka melakukan tindakan nyata membebaskan negeri Islam yang tertindas, mereka justru berdamai dan bekerja sama dengan negara penindas seperti India dan Cina. Bukannya membebaskan negeri yang diberkahi Palestina, penguasa negeri Islam justru menunjukkan loyalitas mereka terhadap Barat dengan menjalin hubungan diplomatik dengan entitas penjajah Yahudi. 

“Kalau pun ada kecaman seringkali basa-basi belaka. Seperti yang dilakukan Turki, elitenya mengecam Yahudi, namun tetap melakukan hubungan diplomatik, ekonomi, dan militer dengan Israel. Penguasa Israel malah disambut hangat di Istanbul. Sementara penguasa Pakistan dan Bangladesh yang justru berbaikan dengan rezim Hindu BJP, padahal India telah memperlakukan umat Islam Khasmir dengan keji,” jelasnya. 

Lebih lanjut, ia mengingatkan, kekuatan politik global ini hanya bisa dibangun kalau umat Islam memiliki negara global adidaya yang mempersatukan umat Islam. Pilihannya, bukanlah negara bangsa (nation state) yang justru memecah belah dan memperlemah umat Islam. Tapi khilafah rasyidah yang mengikuti metode kenabian. 

“Inilah negara yang akan mengurus rakyat dengan syariah Islam, menyatukan umat Islam, memobilisasi militer negeri-negeri Islam, dan membangun kesejahteraan umat Islam. Negara yang bisa membebaskan negeri-negeri Islam yang ditindas. Dan tentu saja mencabut kekuasaan penguasa-penguasa boneka di negeri Islam yang menghamba sebagai budak kepada Barat,” pungkasnya.[] Sri Nova Sagita
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments