TintaSiyasi.com -- Merespons munculnya opini eks HT1 (Hizbut Tahrir Indonesia) mendukung bakal calon presiden Anies Baswedan jelang Pemilu 2024, Ketua Persatuan Advokasi Umat (KPAU) Ahmad Khozinudin, S.H. mempertanyakan siapa yang diuntungkan dari operasi sesat menjual nama eks HT1.
"Kalau memperhatikan hal ini, tentu kita dapat dengan mudah membaca, siapa aktor dibalik operasi klaim dukungan HT1 untuk Anies Baswedan. Lagipula urusannya sebenarnya bukan pada siapa mendukung siapa, melainkan siapa yang diuntungkan dari operasi sesat menjual nama eks HT1," ungkapnya kepada TintaSiyasi.com, Jumat (10/06/2022).
Ia menyebut narasi tentang eks HT1 mendukung Anies Baswedan untuk menjadi calon presiden sungguh aneh, lucu, dan sangat menggelikan. Bahkan ia menyebut mainnya kurang jauh.
"Sejak awal hingga Badan Hukum Perkumpulan (BHP) dicabut, HT1 tidak pernah terlibat dalam politik praktis mendukung dalam Pemilu, Pilpres, maupun Pilkada," tegasnya.
Meskipun telah dicabut BHP-nya, sambung Khozinudin, HT1 masih menjadi sentral opini politik. Seolah mengonfirmasi betapa besarnya pengaruh HT1. "Apakah hal ini juga mengonfirmasi capres manapun yang berlaga dalam Pilpres 2024 tidak akan menang tanpa restu dan dukungan HT1?" celetuknya.
Ia tidak menampik peristiwa Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 yang menunjukan betapa kuatnya gerakan politik keumatan. Namun menurutnya, para politisi tentu tidak ingin mengulangi kekalahan lagi karena adanya peran kelompok politik yang berbasis gerakan umat, bukan gerakan partai.
“HT1 sendiri sebagai bagian dari Hizbut Tahrir telah menyampaikan secara berulang bahwa problem yang dihadapi negeri ini bukan hanya soal krisis pemimpin, melainkan krisis kepemimpian. Bukan hanya soal rezim melainkan juga sistem,” ulasnya.
"Hizbut Tahrir melihat problem yang mendera negeri ini dan negeri kaum Muslim lainnya adalah karena tidak diterapkannya sistem Islam. Negeri-negeri kaum Muslim dijajah dan dikuasai oleh sistem kapitalisme liberal," terangnya.
Lanjutnya, ia mengatakan bahwa menjadi jelas bagi HT, siapa pun pemimpinnya jika sistem yang digunakan masih menggunakan sistem demokrasi sekuler, maka tidak akan ada kebaikan bagi umat Islam.
“Tindakan memberikan dukungan, apalagi pembelaan dan pengorbanan pada tokoh atau individu tertentu tanpa mempersoalkan sistem yang mengatur, sama saja melanggengkan masalah yang merupakan bawaan dari sistem demokrasi,” tandasnya.
Solusi
Khozinudin menyampaikan solusi untuk menyelamatkan negeri adalah Khilafah. “Berulangkali HT1 menyampaikan tentang sistem Islam yaitu khilafah sejak mulai eksis di Indonesia. Sebelum BHP HT1 dicabut, banyak kegiatan diskusi, kajian, pawai, konferensi, muktamar, dan berbagai sarana dakwah lainnya untuk mendakwahkan ajaran Islam yaitu khilafah," bebernya.
“Trademark HT1 itu khilafah. Tidak pernah ada catatan atau preseden politik HT1 ikut terlibat dukung mendukung capres, cawapres, apalagi baru bakal calon presiden atau bakal calon wakil presiden. Makanya, hanya orang tak berakal saja yang membuat opini sesat atau percaya eks HT1 mendukung capres tertentu, entah itu Ganjar Pranowo, Puan Maharani, termasuk Anies Baswedan," katanya.
Ia mengingatkan bahwa HT1 pernah menggelar konferensi paling spektakuler yaitu Konferensi Khilafah Internasional (KKI) yang digelar di stadion Utama Gelora Bung Karno pada tahun 2007. Konferensi tersebut bertujuan untuk mengingatkan umat akan pentingnya menunaikan kewajiban menegakkan kembali khilafah.
Kala itu, ungkap ketua KPAU tersebut, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto mengatakan bahwa berbagai masalah yang dihadapi umat Islam berawal dari hilangnya kehidupan Islami yang berdasarkan syariah Islam yang dipimpin seorang khalifah. “Khilafah dan syariah Islam adalah solusi terbaik untuk menyelesaikan berbagai masalah dunia Islam,” lugasnya.
"KKI 2007 yang diselenggarakan oleh HT1 mendapat respons dan antusiasme yang luar biasa dari berbagai komponen umat Islam, bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Seperti Malaysia, Australia, Jepang, India, Pakistan, Timur Tengah, Inggris, Denmark, Amerika, dan lain-lain," sebut dia.
Tokoh dan Khilafah
Advokat yang sering disebut Sastrawan Politik juga mengatakan, banyak tokoh yang hadir dan memberikan komentarnya di acara konferensi yang digelar HT1 tersebut.
“Prof. Dr. Din Syamsudin yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, sekaligus Wakil Ketua Umum MUI Pusat menyatakan bahwa khilafah adalah ajaran Islam yang baik dan mulia. Khilafah ada dalam Al-Quran ada dalam sejarah, walaupun itu terjadi setelah Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam wafat. Namun harus saya katakan, ada perbedaan juga dalam pandangan ulama tentang watak khilafah yang ada di dalam sejarah," kutip Khozinudin.
Sejumlah tokoh lain, sambung dia, juga memberikan komentar dan apresiasi. Ada KH Thahlon Abdul Rauf (MUI Palembang), KH Amrullah Ahmad (Sekretaris MUI Pusat/Ketua Umum Syarikat Islam), hingga DR. H. Adhyaksa Dault yang menjabat Menpora kala itu.
"Acara KKI merupakan momen yang bagus untuk mempersatukan umat. Khilafah itu saya kira hadisnya jelas. Tsumma takûnu khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah," sitatnya komentar tokoh lainnya.
Terakhir ia menegaskan bahwa yang perlu dibangun sekarang adalah komunikasi antar gerakan Islam. "Jangan ada suuzan satu sama lain," pungkasnya.[] Heni
0 Comments