Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jangan Takut! Mendakwahkan Khilafah Adalah Ibadah dan Dijamin Konstitusi

TintaSiyasi.com -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. berpesan, jangan takut mendakwahkan khilafah, karena hal itu adalah ibadah dan dijamin konstitusi.

"Jangan takut mendakwahkan khilafah! Artinya, sebagai ajaran Islam, khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan di tengah-tengah umat. Mendakwahkan ajaran Islam khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, yakni, hal ini dijamin konstitusi," jelas Bung Chandra, sapaan akrabnya, kepada TintaSiyasi.com, Kamis, 2 Juni 2022.

President International Muslim Lawyers Community (IM-LC) ini membeberkan empat alasan umat Islam tidak boleh takut mendakwahkan khilafah. Pertama, mengutip ijtimak Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah menyatakan jihad dan khilafah adalah bagian dari ajaran Islam dan melarang kepada pihak mana pun untuk menstigma negatif terhadap ajaran Islam yaitu khilafah. 

"Rekomendasi tersebut tentulah tidak mudah untuk dikeluarkan di tengah kondisi saat ini. Rekomendasi ijtimak tersebut menjadi dasar kepada siapa pun umat Islam dan ormas Islam untuk tidak takut mendakwahkan ajaran Islam yaitu khilafah, dakwah khilafah bukanlah sebuah kejahatan," bebernya.

Ia menjelaskan, terlebih lagi Islam adalah agama yang diakui dan konstitusi memberikan jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya berdasarkan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, jabarnya. Oleh karena itu, menurut Bung Chandra, siapa pun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk khilafah, maka menurutnya, dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama. 

Kedua, negara ini adalah negara demokrasi, negara tidak berwenang melarang siapapun untuk menyampaikan pendapat, gagasan dan dialektika tentang ajaran Islam seperti syariah, khilafah, dan lain-lain. 

Menurut Bung Chandra, pemerintah semestinya memperlakukan syariah Islam seperti mendukung gagasan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dengan pendekatan hak asasi manusia (HAM), ajaran transnasional seperti demokrasi, sekuler, kapitalisme, dan lain-lain.

Ketiga, pencabutan Badan Hukum Pemerintah (BHP) HTI, tidak boleh diartikan melarang dakwah khilafah. "Saya menyeru kepada oknum aparatur pemerintah untuk tidak melakukan stigmatisasi, persekusi terhadap umat Islam dan ormas dakwah termasuk Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)," katanya. 

Ia mengutip pendapat Prof. Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa kegiatan yang dihentikan oleh SK Menteri dan Putusan Pengadilan TUN adalah kegiatan HTI sebagai lembaga (kegiatan Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia), bukan penghentian kegiatan dakwah individu anggota dan/atau pengurus HTI. (Senin, 4/6/2018: news.detik.com). 

Keempat, apabila ajaran Islam khilafah distigma negatif, sangat keterlaluan. "Sementara di sisi lain, ajaran Romawi kuno dan Barat dipuja, dikaji, diambil dan dipraktikkan seperti sistem republik, parlementer, presidensil, demokrasi," pungkasnya.[] Ika Mawarningtyas


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments