Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jika BBM Dinaikkan, LBH Pelita Umat: Pemerintah Melanggar Hukum!


TintaSiyasi.com -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelit Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. menjelaskan, pemerintah tidak boleh menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), karena berpotensi melanggar hukum. "Pertama, bahwa Pemerintah dapat dinggap melakukan tindakan pelanggaran hukum, yakni apabila tidak konsiten melaksanakan peraturan terkait dengan harga jual BBM, yaitu dua Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Menteri (Permen) dan Keputusan Meneteri (Kepmen) ESDM yang terbit dari tahun 2014–2020," tutur Bung Chandra, sapaan akrabnya, kepada TintaSiyasi.com, Jumat, 27 Mei 2022.

Perpres dimaksud adalah Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (Perpres No. 191/2014) dan Perpres Nomor 43 Tahun 2018 tertang Perubahan atas Perpres No. 191/2014. Sementara Kepmen turunannya antara lain Kepmen ESDM Nomor 62.K/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual BBM Umum Jenis Bensin dan Solar Yang Disalurkan Melalui SPBU dan atau SPBN. Pasalnya apabila merujuk pada Kepmen ESDM No. 62.K/MEM/2020, harga BBM mestinya ikut mengalami penurunan harga apabila harga minyak mentah dunia anjlok, terkadang hal ini tidak terjadi.

Menurutnya, BBM menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan dan perekonomian. Kedua, jika BBM dinaikkan maka berpotensi melangar aspek-aspek hukum yang ada dalam aturan UU yaitu: 1) pasal 28 ayat 2 UU Minyak dan Gas yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi yaitu tentang penentuan harga migas dunia sehingga alasan pemerintah jika akan menaikkan BBM karena kenaikan minyak dan gas dunia dianggap tidak benar. 2) pasal 28 C UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,demi meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan umat manusia sehingga dengan adanya kenaikan BBM dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar setiap orang;

Ketiga, Mahkamah Konstitusi RI melalui putusannya pada tahun 2004 menegaskan bahwa kegiatan perdagangan BBM yang dimaksudkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945, sehingga campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk melindungi rakyat. Jadi, tidak bisa harga BBM ini dijual kepada rakyat disamakan dengan komoditas lain terlebih lagi jika berorientasi untung rugi.

Keempat, merujuk Perpres No 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Pasal 14, dijelaskan bahwa Harga Dasar dan Harga Eceran BBM , dalam hal ini meliputi BBM Tertentu, BBM Khusus Penugasan, dan BBM Umum/Non Subsidi, ditetapkan oleh Menteri ESDM. Sehingga apabila penetapan harga dilakukan oleh Badan Usaha maka dapat berpotensi pelanggaran.

Kelima, merujuk Putusan MK Perkara No 002/PUU-I/2003 telah ditentukan bahwa ketentuan Harga BBM yang diserahkan kepada mekanisme pasar (persaingan usaha yang sehat dan wajar) dalam pasal 28 ayat (2) dan (3) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. "Jadi, apa yang terjadi pada saat ini yaitu mengikuti mekanisme pasar, selain bertentangan dengan Perpres No 191 tahun 2014, juga bertentangan dengan Putusan MK yang menyatakan bahwa praktik penyerahan harga BBM kepada pasar tidak sesuai dengan UUD 1945," pungkasnya.[] Ika Mawarningtyas


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments