TintaSiyasi.com -- Heran dengan sikap pemerintah Indonesia, Jurnalis Joko Prasetyo menjabarkan sinyal-sinyal lembaga pemerintah baik kementerian dan non-kementerian yang seolah-olah rela Ustaz Abdul Somad (UAS) dilecehkan pemerintah Singapura.
"Bukannya membela Ustaz Abdu Somad (UAS) dan menegaskan yang disampaikannya merupakan bagian dari ajaran Islam, rezim negara Pancasila malah seolah rela terhadap pelecehan Singapura terhadap ulama berkewarganegaraan Indonesia tersebut dan ajaran agama yang dipeluk mayoritas penduduknya," ujar Om Joy, sapaan akrabnya, kepada TintaSiyasi.com, Sabtu, 21 Mei 2022.
Hal itu ia lihat dari empat sikap sebagai berikut, pertama, Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura, kedua, Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), ketiga, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan keempat, Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP).
Dubes
Om Joy berharap, seharusnya Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura mampu mengintervensi sikap pemerintah Singapura untuk meminta maaf kepada warga Indonesia telah menolak ulama besar berkewarganegaraan Indonesia. "Padahal dengan mendesak Singapura meminta maaf setidaknya menunjukkan pemerintah Indonesia ini: Pertama, tidak setuju dengan pelecehan yang dilakukan Singapura; Kedua, UAS dan ajaran Islam itu tidak salah dan harus dibela," jelasnya.
Ia mempertanyakan, "Lo, memangnya Indonesia tidak punya hak untuk membela warga negaranya? Tidak punya hak untuk membela ajaran agama yang dipeluk mayoritas penduduknya? Bukan punya hak lagi tetapi wajib! Eh, sebentar, wajib itu menurut Islam deng, entahlah menurut Pancasila."
Menurut Om Joy, alih-alih membela mati-matian warga negaranya yang dicekal, Dubes RI untuk Singapura malah menyatakan pemerintah tidak bisa mengintervensi keputusan Singapura. Hal itu ia nilai dari pernyataan Dubes RI di Singapura yang mengatakan, "Seperti halnya persona non grata, itu adalah hak dari setiap negara," ungkap Dubes tersebut kepada Tempo ketika diminta responsnya agar Indonesia mendesak Singapura meminta maaf, Kamis (19/5/2022).
Menko PMK
Om Joy mempertanyakan dengan pernyataan Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK). "Alih-alih membela, Menko PMK malah mengatakan prihal soal menjaga lisan agar tidak diusir," katanya.
Berikut pernyataan Menko PMK yang dilansir Antara, Kamis (19/5/2022), “Sebaiknya sama dengan bertetanggalah, mulai dari menjaga lidah, menjaga mulut, menjaga tangan, sehingga kita bisa hidup enak, kita bisa bertamu ke tetangga juga enak, tidak perlu diusir. Sebaliknya juga begitu, kita menerima tetangga datang juga dengan enak."
Menurutnya, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan konteks tiga perkara yang dijadikan alasan Singapura mencekal UAS yakni: menyebut non-Muslim sebagai kafir; di dalam patung ada jinnya; dan membenarkan bom bunuh diri (Palestina terhadap Israel).
"Karena UAS tidak sembarangan ngomong, apalagi ngomongnya juga bukan di Singapura. Tetapi di masjid, di Indonesia, kepada jamaah yang juga sesama Muslim. Yang diomongkannya juga adalah ajaran Islam. Semuanya berdalil dari sumber hukum Islam yakni Al-Qur’an dan hadits. Dan enggak ada salah-salahnya," bela Om Joy.
Satu terkait perkara yang qath'i (mutlak benarnya dalam Islam) yakni: menyebut non-Muslim sebagai kafir. Dan, dua terkait perkara yang ikhtilaf (perbedaan pendapat tetapi tetap islami), yakni: Pertama, di dalam patung ada jinnya, serta kedua, Muslim Palestina yang melawan penjajahan Israel dengan cara meledakkan diri ke kekuatan musuh bukanlah bunuh diri melainkan syahid.
"Coba Menko PMK tonton videonya yang membahas ketiga hal tersebut, sebelah mana yang tak menjaga lisannya? Penyampaiannya pas kok, dengan logat Melayu yang lucu pula. Ingat, jaga lisan itu bukan berarti menyembunyikan kebenaran agar mendapatkan kerelaan orang kafir lho ya. Itu bukan jaga lisan namanya, melainkan menjual ayat, haram hukumnya. Tapi itu menurut Islam sih, entahlah menurut Pancasila," bebernya.
BNPT
Menurut Om Joy, yang paling menyakitkan hati adalah pernyataan dari Direktur Pencegahan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). "Alih-alih dengan tegas menyatakan bahwa UAS bukanlah ektremisme dan pemecah belah sebagaimana yang difitnahkan Singapura, ia malah menginginkan RI belajar kepada Singapura karena Indonesia masih melakukan upaya preventif strike (penegakkan hukum atas ancaman teror) sedangkan Singapura sudah pre-emptive strike (pencegahan dari hulu terhadap pemikirian radikalisme)," bebernya.
Hal itu ia lihat dari ucapan Nurwakhid saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (18/5/2022), "Saya melihat ini justru menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk juga melakukan pencegahan sejak hulu dengan melarang pandangan, pemahaman dan ideologi radikal yang bisa mengarah pada tindakan teror dan kekerasan."
"Ya Allah, apakah ini merupakan ungkapan hati yang sangat berhasrat mengkriminalisasi umat Islam yang mengajarkan ajaran Islam apa adanya? Kalau menurut Islam non-Muslim adalah kafir, ya kafir. Itulah ajaran Islam yang apa adanya. Ulama yang menjelaskan hal itu adalah ulama yang benar," paparnya.
Ia mempertanyakan, kalau menyebut non-Muslim sebagai kafir itu dijadikan sebagai ciri radikalisme, sebagaimana yang disampaikan BNPT beberapa waktu lalu, itu namanya menyembunyikan kebenaran demi mendapatkan kerelaan orang kafir, alias menjual ayat. "Jelas itu perbuatan yang sangat tercela dalam pandangan Islam, entahlah dalam pandangan Pancasila," tegasnya.
Menurut dia, tentu saja pernyataan para pejabat di atas sangat menyakitkan hati orang-orang yang beriman, orang-orang yang menginginkan syariat Islam tegak secara kaffah, orang-orang yang cinta ulama, orang-orang yang menginginkan negara hadir dalam menjaga dan membela rakyatnya ketika dilecehkan dan dizalimi negara lain.
BPIP
Ia mempertanyakan diamnya BPIP. "Kalau BPIP diam saja terkait masalah ini, mana fungsi edukasi dari badan yang paling otoritatif dalam pembinaan ‘ideologi’ Pancasila? Jangan salahkan publik, atau setidaknya saya deh, akhirnya menyimpulkan yang dilakukan Singapura dan para pejabat di atas tidak bertentangan dengan Pancasila. Kalau seperti itu, berarti: Pancasila bertentangan dengan Islam atau Islam bertentangan dengan Pancasila," bebernya.
Ia mengatakan, kalau mengingat pernyataan Ketua BPIP, sudah bukan bertentangan lagi, melainkan musuh. “Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," ujar Ketua BPIP sebagaimana diberitakan detik.com pada Rabu, 12 Feb 2020.
"Agama apa yang dimaksud kalau bukan Islam? Toh selama ini yang dipersekusi dan dikriminalisasi oleh rezim negara Pancasila ini hanyalah ajaran Islam dan para pengembannya dengan tuduhan ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Tak terlihat rezim ini melakukan hal yang sama kepada agama dan para pengemban agama yang lain. Bener enggak sih?" tanyanya.
Begitulah beberapa sikap pejabat yang bertugas mengamalkan Pancasila yang Om Joy rangkum. "Saya tidak tahu apakah perbuatan mereka itu sesuai atau tidak sesuai dengan Pancasila," katanya.
Menurut Om Joy, di sinilah relevansinya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersikap tegas atas pelecehan yang dilakukan Singapura terhadap ulama dan ajaran Islam tersebut. "Sekaligus menyatakan dengan tegas bahwa pernyataan para pejabat yang seolah mengiyakan bahkan ingin meniru Singapura tersebut merupakan perbuatan yang bertentangan dengan Islam, eh, dengan Pancasila," pungkasnya.[] Ika Mawarningtyas
0 Comments