Tintasiyasi.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. M. Shiddiq Al Jawi mengungkapkan adanya satu malam yang lebih mulia dari lailatulkadar. “Sesungguhnya ada satu malam yang lebih mulia daripada malam Lailatulkadar, sebagaimana penjelasan Rasulullah ﷺ dalam beberapa hadis,” ungkapnya di YouTube Sholah TV dalam rubrik Majelis Sholdah: Satu Malam yang Lebih Mulia dari Lailatul Qadar, Jumat (29/04/2022).
“Malam Lailatulkadar merupakan satu malam yang lebih mulia daripada 1000 bulan, sesuai firman Allah ﷻ di dalam Al-Qur’an surah Al-Qadar ayat 3, لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ, ‘Malam kemuliaan (Lailatulkadar) itu lebih baik daripada seribu bulan,” kutipnya.
Kiai Shiddiq menukilkan hadis dari Ibnu Umar ra tentang malam yang lebih baik daripada malam Lailatulkadar.
عَنِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صّلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِلَيْلَةٍ أَفْضَلَ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ؟ حَارِسٌ يَحْرِسُ فَيْ أَرْضِ خَوْفٍ لَعَلَّهُ لاَ يَرْجِعُ إِلىَ أَهْلِهِ. أخرجه الحاكم والبيهقي بسند صحَّحه الألباني في السلسلة الصحيحة برقم 2811
Dari Ibnu Umar RA, bahwa Nabi SAW bersabda,“Maukah aku beritahukan kepada kamu tentang suatu malam yang lebih baik daripada malam Lailatul Qadar? Yaitu (malam ketika) seseorang berjaga di daerah yang menakutkan (bahwa akan diserang oleh musuh), yang mungkin saja dia tidak kembali lagi kepada keluarganya. (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi, dan dinilai sebagai hadis shahih oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Al-Shahihah no. 2811).
“Hadis Ibnu Umar ra tersebut menunjukkan ada suatu malam yang di dalamnya ada kegiatan yang lebih afdal daripada malam Lailatulkadar, yaitu suatu malam yang didalamnya ada kegiatan (اَلْحِرْسُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ) atau al-hirsu fi sabilillah, yakni menjaga perbatasan dalam rangka jihad fi sabilillah,” sebutnya.
Ia menegaskan bahwa kegiatan al-hirsu fi sabilillah merupakan bagian dari kegiatan jihad fi sabililah yang sangat agung pahalanya dalam Islam.
Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ juga bersabda,
عَيْنَانِ لاَ تَمَسَّهُمَا النَّارُ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ ، وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرِسُ فِيْ سَبِيْلِ الله
Ada dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka; mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang bermalam karena menjaga perbatasan dalam rangka jihad fi sabilillah. (HR Tirmidzi, 1639. Hadis hasan).
“Syekh Taqiyuddin An-Nabhani di dalam kitab Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah juz 2 halaman 173 menyebutkan hadis Rasulullah ﷺ,
حِرْسُ لَيْلَةٍ فيِ سَبِيْلِ اللهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ لَيْلَةٍ يُقَامَ لَيْلُهَا وَيُصَامُ نَهَارُهَا
‘Menjaga perbatasan dalam satu malam dalam rangka jihad fi sabilillah, lebih utama daripada 1000 malam yang malamnya dilakukan shalat malam dan siangnya dilakukan puasa.’,” kutipnya hadis riwayat Al-Hakim yang hadisnya sahih.
Ia menegaskan, yang sama afdalnya dengan kegiatan al-hirsu fi sabilillah adalah ribath (yaitu tinggal atau berdomisili di daerah perbatasan) dalam rangka jihad fi sabilillah. Ribath ini juga merupakan bagian dari kegiatan jihad fi sabililah, sebagaimana penjelasan Imam Taqiyuddin An-Nabhani di dalam Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah juz 2 halaman 173,
مِنْ تَوَابِعِ الْجِهَادِ الرِّبَاطُ، وَهُوَ الْإِقَامَةُ فيِ الثُّغْرِ مُقَوِّيًا لِلْمُسْلِمِيْنَ. وَالثُّغْرُ كُلُّ مَكَانٍ عَلىَ حُدُوْدِ الْعَدُوِّ يُخِيْفُ أَهْلَهُ الْعَدُوُّ وَ يُخِيْفُهُمْ
Termasuk kegiatan yang mengikuti jihad, adalah ribath, yaitu tinggal di perbatasan untuk memperkuat kaum Muslim. Perbatasan merupakan setiap tempat yang berada pada tapal-tapal batas daerah musuh, yang menakutkan penduduk yang tinggal di perbatasan itu.
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani di dalam kitab Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah juz 2 halaman 173 menyebutkan hadis yang menunjukkan kemuliaan kegiatan ribath,
كلُّ مَيِّتٍ يُختَمُ عَلىَ عَمَلِهِ إلاَّ الْمُرَابِطَ فيِ سَبِيْلِ اللهِ فإنَّهُ يُنْمَى لَهُ عَمَلُهُ إلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيَأمَنُ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ
Setiap-tiap orang yang mati akan diputus pahala amalnya, kecuali seorang murabith (orang yang melakukan ribath / berdomisili di perbatasan) dalam rangka jihad fi sabilillah. Karena sesungguhnya pahala amalnya akan terus ditumbuhkan [oleh Allah] sampai Hari Kiamat dan dia akan aman dari fitnah (siksa) kubur. (HR Abu Dawud, no. 2500; Tirmidzi, no. 1621; Ahmad, no. 23951, hadis shahih).
“Ada juga hadis Abu Hurairah RA tentang berdiri sesaat di jalan Allah ﷻ lebih baik daripada shalat lailah pada malam Lailatulkadar dekat Hajar Aswad,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَه عَنْهُ أَنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ قَالَ : مَوْقِفُ سَاعَةٍ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةِ القَدْرِ عِنْدَ الحَجَرِ الأَسْوَدِ. أخرجه ابن حبان 4603، والبيهقي في شعب الإيمان، وصححه الألباني بإسنادٍ صحيح في السلسلة الصحيحة برقم 1068
‘Dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi SAW telah bersabda, ‘Berdiri sesaat di jalan Allah lebih baik daripada melakukan sholat malam pada malam Lailatulkadar di sisi Hajar Aswad.’,” tuturnya menyebutkan HR Ibnu Hibban, no 4603; Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman yang dinilai sebagai hadis shahih oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Al-Shahihah, no 1068.
Kiai Shiddiq menyebutkan, hadis Abu Hurairah RA tersebut menunjukkan makna yang sama dengan hadis Ibnu Umar RA sebelumnya. Yaitu keduanya menunjukkan ada satu malam yang lebih afdal (utama) daripada malam Lailatulkadar.
“Malam yang dimaksud adalah suatu malam yang di dalamnya ada kegiatan jihad fi sabilillah, lalu seorang mujahid berdiri sebentar dalam rangka jihad fi sabilillah itu, maka itu lebih afdal daripada melakukan shalat malam pada malam Lailatulkadar yang dilakukan di dekat Hajar Aswad, artinya di depan Ka’bah di Masjidil Haram,” ungkapnya.
Ia menambahkan lagi, “Kedua hadis tersebut, yaitu hadis Ibnu Umar RA dan hadis Abu Hurairah RA menunjukkan adanya malam yang lebih mulia daripada malam Lailatulkadar, yakni malam yang mengandung kegiatan jihad fii sabiilillah,” tandasnya.
Jihad
“Definisi jihad sebagaimana dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut. Menurut pengertian bahasa (lughah), jihad artinya adalah mengerahkan segenap kemampuan (badzlul wus’i),” ujar Kiai Shiddiq.
Sedangkan menurut pengertian syariah, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani yang termaktub dalam Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah juz 2 halaman 145 dan dalam Hasyiyah Ibnu Abidin, 3/336), definisi jihad adalah,
الْجِهَادُ هُوَ بَذْلُ الْوُسْعِ فِي الْقِتَالِ فِي سَبِيْلِ اللهِ مُبَاشَرَةً أَوْ مُعَاوَنَةً بِمَالٍ أَوْ رَأْيٍ أَوْ تَكْثِيْرِ سَوَادٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ
"Jihad adalah mengerahkan segenap kemampuan dalam perang di jalan Allah, baik secara langsung berperang, maupun dengan memberikan bantuan untuk perang, misalnya bantuan berupa harta, pendapat, memperbanyak pasukan perang, dan lain-lain."
“Jadi, jihad itu makna syar’inya adalah perang di jalan Allah, dan hal-hal yang terkait perang secara langsung,” tegasnya.
Lanjut dikatakan, itulah makna yang sebenarnya dari jihad dalam Islam, sebagaimana dijelaskan antara lain oleh ulama empat mazhab. “Pertama, dalam mazhab Hanafi, Imam Al-Kasani dalam kitabnya Bada`i’u Al-Shana`i’ fi Tartib Al-Syara`i’, 7/97menjelaskan,
وَفِي عُرْفِ الشَّرْعِ يُسْتَعْمَلُ فِي بَذْلِ الوُسْعِ والطّاقَةِ بِالْقِتَالِ فِي سَبيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِالنَّفْسِ والْمالِ واللِّسانِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ
“Dalam urf syariah, [jihad] itu digunakan dalam pe-ngertian mengerahkan kemampuan dan kesanggupan dalam perang di jalan Allah Azza wa Jalla dengan jiwa, harta, lisan, atau yang lainnya.”
Kedua, dalam mazhab Maliki, Syaikh Muhammad Ilyas dalam kitabnya Minahul Jalil Mukhtashar Sayyidi Khalil, 3/135 berkata,
الجِهادُ أَيْ قِتالُ مُسْلِمٍ كَافِرًا غَيْرَ ذِيْ عَهْدٍ لِإِعْلَاءِ كَلِمَةِ اللَّهِ...
“Jihad, artinya adalah perang oleh seorang muslim terhadap orang kafir yang tak mempunyai ikatan perjanjian, untuk meninggikan kalimat Allah.”
Ketiga, dalam mazhab Syafi’i, dalam kitab Al Muhadzdzab juz 2 halaman 227 karya Imam Asy Syairazi disebutkan definisi jihad,
أَنَّ الْجِهَادَ هُوَ الْقِتَالُ
“Sesungguhnya jihad itu tiada lain adalah perang.”
“Dalam kitab lain dalam mazhab Syafi’i, yakni kitab Hasyiyah al-Bujairimi ‘Ala Syarah Al-Khathib juz 4 halaman 225 disebutkan definisi jihad,
اَلْجِهَادُ أيْ : اَلْقِتَالُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
‘[Jihad] artinya adalah perang di jalan Allah.’,” imbuhnya lagi
Keempat, dalam mazhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni juz 10 halaman 375 juga menjelaskan pengertian jihad yang semakna dengan mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i yaitu,
اَلْجِهَادُ هُوَ الْقِتَالُ فيِ سَبِيْلِ اللهِ
“Jihad adalah perang di jalan Allah.”
“Kesimpulannya, makna jihad menurut mazhab empat intinya sama, yaitu perang dan apa saja yang terkait langsung dengan perang di jalan Allah,” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Comments