TintaSiyasi.com -- Menanggapi pernyataan Mahfud MD yang menyebut haram hukumnya mendirikan sebuah negara layaknya pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi Wasalam, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H, M.Hum. mengatakan hal itu tidak fair.
"Mengharamkan khilafah dan memusuhi orang yang mempelajari dan mendakwahkan khilafah, itu tidak fair!" tegas Suteki kepada TintaSiyasi.com, Senin (04/04/2022).
Ia menjelaskan bahwa selama rentang waktu 1300 tahun umat Islam di bawah satu kepemimpinan dalam sistem khilafah, apa pun bentuk dan variasinya tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Bahkan, beberapa wilayah Indonesia pernah menjadi bagiannya. Misalnya, Demak dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Bukankah kita juga pernah dibantu khilafah ketika kita melawan penjajah Belanda? Apakah kita akan melupakan begitu saja jejak kekhilafahan di negeri ini? Itu tidak fair! Itu ahistoris," imbuhnya.
Selanjutnya, jika sebagian publik masih mengatakan bahwa sistem Islam tidak baku, maka Suteki pun mempertanyakan perihal apakah sesuatu yang tidak baku tidak bisa diikuti. Kemudian, apakah demokrasi memiliki bentuk baku.
Dia memaparkan sejumlah pertanyaan, "Negara mana yang benar-benar menerapkan sistem demokrasi yang benar? Ala Amerika, ala Rusia, ala China, ala Eropa, ala Asia, ala Afrika? Sebutkan berapa jenis demokrasi yang ada?"
Menurutnya, jika sistem pemerintahan Islam dikatakan tidak sesuai dengan karakter bangsa yang majemuk, pluralistik, dan sebagainya. Sebaliknya apakah masyarakat di bawah sistem khilafah itu homogen. Sebagaimana di zaman kepemimpinan para Khulafaur Rasyidin dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasalam. Faktanya pada saat itu masyarakat Madinah juga beragam, ada Muslim, musyrik, kafir, bahkan tidak beragama pun ada.
Jika alasan penolakan ide khilafah karena varian kekhilafahan itu beragam sistem, maka Suteki menasehati agar manusia mampu menyaring, memilih, dan memilah sistem kekhilafahan terbaik dari sekian banyak varian.
"Sebagaimana kita pilih demokrasi Pancasila yang konon terbaik, meskipun sampai sekarang kita sulit mengidentifikasi karakteristiknya. Karena, Indonesia pun sistem pemerintahannya dikelola tidak lebih dan tidak kurang sama dengan negara liberal, bahkan lebih liberal lagi," terangnya.
"Jadi, ketika hukum Islam diterapkan, masyarakat Madinah juga plural, majemuk, dan beragam," bebernya.
Sehingga, pakar hukum dan masyarakat menyebut penolakan ide khilafah sebenarnya bukan karena pluralitas masyarakatnya.
"Alasannya, karena kita tidak mau dan banyak yang merasa terancam dengan ditegakkannya hukum-hukum Allah," pungkasnya.[] Heni Trinawati
0 Comments