Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Prof. Suteki: Hukum Harus Tetap Bersumber dari Agama


TintaSiyasi.com -- Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menyatakan, hukum (konstitusi) harus tetap bersumber dari nilai-nilai agama.

"Hukum (konstitusi) ternyata harus tetap bersumber dari nilai-nilai agama," tuturnya dalam program Fokus: Haruskah Ayat Suci di Atas Ayat Konstitusi? di kanal YouTube UIY Official, Ahad (17/4/2022). 

Guru Besar Fakultas Hukum Undip ini melanjutkan, berdasar prinsip ini, maka tidak boleh konstitusi dilanggar demi kepentingan rezim yang mengatasnamakan penerapan dalil salus populi suprema lex esto. 

"Akhirnya harus diingat pula dalil yang dikatakan oleh Thomas Aquinas yang berbunyi 'Lex injusta non est lex,' artinya hukum yang tidak adil bukanlah hukum," imbuhnya. 

Jadi menurutnya, berdasarkan teori pembentukan hukum sebagaimana dikatakan oleh Thomas Aquinas, ia tetap berprinsip bahwa kitab suci di atas konstitusi. 

"Konstitusi dibuat juga bersumber dari devine law (kitab suci), sehingga sebuah konstitusi seharusnya tidak memuat ketentuan yang bertentangan dengan kitab suci. Oleh karenanya dapat diamini dalil yang dikemukakan oleh ahli hukum kita Oemar Seno Adji yang berbunyi, 'No law without moral, no moral without religion'," bebernya.

Prof. Suteki menerangkan, sebagai negara hukum transendental, menurut Thomas Aquinas maka hukum yang direproduksi kembali melalui lembaga-lembaga supra dan infrastruktur negara (human law) seharusnya dijiwai nilai ketuhanan baik nilai hukum ketuhanan yang tertulis di kitab suci (scripture), maupun nilai hukum ketuhanan yang melekat pada alam (hukum alam/natural law). 

"Sampai di sinilah secara logika sederhana pun kita bisa memahami dan menerima secara nalar bahwa kitab suci itu berada di atas konstitusi," cetusnya.

Selanjutnya ia mengatakan, bila penalaran ini kemudian ditarik garis lurus, maka logikanya seharusnya disadari bahwa konstitusi tidak boleh bertentangan dengan kitab suci. 

"Juga dapat kita nalar bahwa membaca, mengkaji, memahami, menjalankan bahkan menyebarkan (mendakwahkan) perintah Tuhan dalam kitab suci yang kebenarannya tidak perlu diragukan adalah sebuah kebolehan bahkan sebuah kewajiban bagi para pemeluknya. Inilah yang kita sebut dalam Islam: amar makruf nahi mungkar," tandasnya. [] Puspita Satyawati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments