TintaSiyasi.com -- Ketua Koalisi Persaudaraan Advokasi Umat (KPAU) Ahmad Khozinudin, S.H. mempertanyakan pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) boleh jadi TNI.
"Mana mungkin organisasi yang sudah dilarang, dibubarkan akan direkrut jadi tentara yang berfungsi menjaga kedaulatan negara. Kesadaran negara kini menjadi ancaman. Bukan hanya PKI, tetapi pikiran ideologi PKI (komunisme) tidak bisa diberi peluang," tutur Khozinudin dalam FGD ke-47 Pusat Kajian dan Analisis Data: PKI & Underbownya, Antara Larangan dan Peluang, Sabtu (2/4/2022) di YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.
Menurut dia, Jendral Andika bersinyalemen atas peluang bagi keturunan PKI mengikuti seleksi calon TNI. Khozinudin sangat peduli kedaulatan negara, sehingga dia menghimbau kepada para jenderal dan seluruh rakyat Indonesia untuk terus melakukan kontrol sosial. Khususnya ancaman bahaya laten komunis di Indonesia.
"Secara substansi yang menjadi perhatian kami terhadap pernyataan Jenderal Andika. Hari ini kita ketahui, penjaga kedaulatan negara hanya TNI dan rakyat," katanya.
Khozin menegaskan poin penting pertama yaitu perlu dievaluasi konteks komunikasi publik di tubuh TNI. Ada jalur resmi Pusat Penerangan (Puspen TNI) yang memiliki kewenangan untuk menyampaikan komunikasi publik keluar dari apa-apa yang menjadi atensi TNI untuk masyarakat. Puspen TNI menghimpun kebenaran data-data informasi dan kelayakan untuk dipublish atau tidak dikarenakan tidak semua yang benar itu layak dipublikasikan.
"Rakyat itu butuh kinerja nyata TNI, bukan rapat-rapat. Itu internal, tidak perlu disampaikan ke publik," ungkap Khozin.
Pada poin penting kedua, Khozin menyampaikan bahwa perlu diluruskan apa yang disampaikan oleh Panglima TNI. Menurut Khozin, kalau dalam konteks menafsirkan hukum, tidak cukup dilihat secara eksplisit saja. Namun, dibutuhkan penafsiran sistematis, artinya satu redaksi dikaitkan dengan redaksi lainnya.
Menurut dia, kalau ketentuan dibaca secara utuh pasal 1 TAP MPR/XXV 1966, bukan hanya organisasi PKI, tetapi underbow dan organisasi sayap partai. Kemudian mengaitkannya dengan UU No. 27 Tahun 1999.
Sikap pruden (bijaksana) yang diambil TNI selama ini sudah benar dan diapresiasi oleh Khozin. TNI melakukan screening lebih ketat terkait PKI. Secara penafsiran sosiologis, dikaitkan dengan sejarah, terbukti berkali-kali PKI melakukan upaya pemberontakan dengan jalan kekerasan.
Ia mengatakan, fakta sejarah PKI pernah masuk militer dengan infiltrasi melalui TNI AU dan korbannya banyak dari TNI AD. Ideologi Komunisme, Marxisme, dan Leninisme menjadikan kekerasan itu sebagai sarana melakukan dialektika perubahan, menjadikan materialisme historis sebagai alat perubahan masyarakat, revolusi berdarah itu dianggap sah oleh mereka dan diadopsi. Menurut Khozin, ada upaya eks PKI meminjam tinta sejarah penguasa, yakni PKI yang tadinya pemberontak menjadi korban.
"Mana mungkin pemberontak nomenklatur diubah menjadi korban HAM berat, ditindaklanjuti oleh LPSK, dapat akses," ungkap Khozin.
Pernyataan Jenderal Andika, bagi haluan komunisme, bisa jadi angin segar atau legitimasi. Khozin menegaskan bahwa pernyataan Jenderal itu bukan aturan atau bukan undang-undang. Kalau itu bentuk intruksi khusus, maka dia harus terbitkan aturan tertulis dalam bentuk edaran yang berlaku di internal TNI untuk melakukan seleksi calon tentara.
"Mengajak aparat, Bapak-bapak TNI itu fokus pada masalah bangsa, bukan rekrutmen prajurit, tapi bagaimana menjaga nyawa prajurit di militer. Otoritas tertinggi militer TNI, Panglima TNI tidak mengambil tindakan tegas. Itu nyawa prajurit, mahal harganya!" seru Khozin.
"Hakikatnya, kita tidak mewarisi dari kakek buyut kita. Namun, kita mendapatkan amanah bangsa ini untuk anak cucu kita. Jangan sampai mewariskan bangsa ini sudah tidak ada," pungkasnya.[] HN/Ika Mawarningtyas
0 Comments