Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketua Umum PB HMI: Persoalan Fundamental Rezim Ini Adalah Tercengkeram Oligarki


TintaSiyasi.com -- Mengkritisi karut marutnya negeri ini, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Affandi Ismail Hasan mengatakan persoalan fundamental rezim ini adalah tercengkeram oligarki. 

"Persoalan fundamental rezim ini disebabkan karena tercengkram, terhegemoni, terintervensi dari oligarki bahkan menjadi bagian dari oligarki itu sendiri," kata Affandi dalam Perspektif ke-22: Aksi 11 April, Simbol Bangkitnya Mahasiswa, Senin (11/4/2022) di YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.

“Demo ini terjadi karena adanya inkonstitusional seperti rencana menambah tiga periode, perpindahan IKN (ibu kota negara) dan sebagainya, kelangkaan minyak goreng, juga kenaikan BBM (bahan bakar minyak). Kejadian ini berpangkal dari adanya oligarki, dinasti politik, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Inilah sebenarnya yang akan mencabik-cabik sehatnya jalannya demokrasi di Indonesia,” beber Affandi lagi. 

Dan demi mementingkan segelintir orang dari entitas mereka untuk menguasai sumber daya alam Indonesia, Affandi menegaskan, “Maka, hancurkan dinasti politik. Tetap terus mengawal rapat dadakan pada 14 Februari 2022 untuk tetap diadakannya pemilu."

Di samping itu, ia mencermati, "Negara kita ini masih sangat kapitalis neoliberalisme. Yang selalu melahirkan korupsi-korupsi, pendidikan yang mundur dan tertinggal, dimensi ekonomi seperti utang luar negeri dan lain-lain. Termasuk korupsi peninggalan reformasi dari tahun 1998 sampai dengan sekarang dan belum ada realisasinya."

“Ini adalah fakta penting jangan sampai perjuangan yang berdarah-darah dengan jiwa dan air mata dibajak oleh kelompok-kelompok oportunis dan elit pragmatis," Affandi menjabarkannya. 

Menurut dia, dua puluh tiga tahun adalah rentang waktu yang cukup untuk seluruh rakyat Indonesia belajar menghargai sebuah perjuangan.

Fakta penting lainnya, ia tegaskan, salah satu pilar demokrasi adalah pers. "Coba adakan cek and balancing media akan selalu dibatasi demi kepentingannya. Kemudian fakta nyata tidak adanya penegakan hukum. Contoh kasus anak Joko Widodo apabila benar hukum ditegakkan pasti presiden akan mengatakan silakan usut tuntas dan hukum anak saya bila bersalah, namun itu tidak dilakukan," jabar Affandi.

Ia mengatakan, seharusnya penguasa meneladani hadis Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam, “Coba mengambil pelajaran penegakan hukum dari kepemimpinan negara yang Rasullullah contohkan: Apabila Fatimah anak saya mencuri. Maka, saya sendiri yang akan memotong tangannya,” seru Affandi.
 
Menurut Affandi, itu adalah fakta nyata dari penegakan hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah. "Apakah realitas ini kita dapat sebut negara kita sedang baik-baik saja?" tanya dia. 

“Bahwa proses edukasi dari berbagai macam masalah masyarakat tidak cukup dengan membaca buku, diskusi, berdialektika dalam ruangan khusus, maka dibutuhkan gerakan yang cenderung sporadis dan daya tahan dari pada gerakan tersebut. Dengan bertahannya gerakan yang konsisten, semisal satu bulan saja, maka rezim ini akan tumbang. Kemudian didukung oleh aksi yang kuat untuk menjadi momentum arah gerak bersama demi negara ini," urai Affandi.

Menurut Affandi, momentum aksi mahasiswa ini hendaknya menjadi pengusir penjajahan intern dan beralih kepada dimensi bukan ganti orangnya, tetapi ganti sistem yang faktanya menghegemoni bangsa ini dari sistem kapitalis sistem neoliberalisme ganti kepada sistem yang lebih baik.

"Dalam dimensi Islam menghapus komplikasi permasalahan karena tinggi dan mulianya Islam itu yang menjadikan rahmat untuk seluruh alam semesta," pungkasnya.[] HN/Ika Mawarningtyas
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments