TintaSiyasi.com -- Ketiadaan khilafah selama 101 tahun dari umat Islam, Aktivis Islam Australia Ismail al-Wahwah mengatakan bahwa hanya khilafah yang mampu mengakhiri dominasi negara-negara kafir Barat dari negeri kaum Muslim.
“Dengan khilafah, dominasi negara-negara kafir penjajah Barat atas kaum Muslim akan berakhir,” katanya dalam acara Konferensi Online yang bertajuk Islam Kaffah Can Only Be Realized Under The Khilafah, Selasa (02/03/2022) di kanal YouTube Al-Waqiyah TV.
Ia menyatakan bahwa khilafah akan menjalankan kebijakan luar negeri sebagai manifestasi politik yang diartikan sebagai aktivitas mengurusi urusan masyarakat dan negara dengan negara-negara luar.
Ismail, menjelaskan poin-poin penting yang harus diketahui dalam membangun hubungan luar negeri. Terdapat 10 poin kebijakan yang harus dijalankan demi menjaga urusan umat dengan negara luar.
“Adapun kebijakan politik luar negeri, ia terkait dengan menjaga urusan umat yang berhubungan dengan negara-negara luar. Kebijakan tersebut meliputi di antaranya, pertama, hubungan dengan negara luar hanya dibangun antarnegara. Dan masyarakat diperkenankan untuk mengawasinya. Kedua, individu manapun, atau kelompok, atau partai apapun tidak diperkenankan menjalin hubungan dengan negara luar. Dan dilarang melakukan komunikasi dengannya,” jelas dia.
Kemudian yang ketiga, dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri, harus dilaksanakan sebagai seorang muslim yang berpegang kepada Islam dan hukum-hukumnya. Baik dari segi perkataan maupun perbuatan, secara rahasia atau terbuka. Dalam hal ini, tidak dibenarkan menghalalkan segala cara, artinya tidak boleh melakukan suatu fardu atau mubah dengan jalan yang haram.
Keempat, menampakkan tindakan tetapi menyembunyikan tujuan, “Dalam percaturan politik, merupakan kebutuhan bagi kebijakan luar negeri sekaligus menjadi tanda kehebatan dalam hal ini yaitu menampakkan tindakan tetapi menyembunyikan tujuan,” kata dia.
Kelima, harus menunjukkan keberanian menghadapi kejahatan negara-negara luar dan mengetahui bahayanya bagi umat Islam. Membongkar konspirasi mereka, serta menghancurkan kepribadian tokoh mereka yang menyesatkan, juga membela mereka yang tertindas (di negara luar tersebut), membela kebenaran dan keadilan. Bentuk pembelaan demikian jelas Ismail akan menarik perhatian orang kafir terhadap Islam.
Lalu yang keenam menebar dakwah ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad sebagai metode yang baku dan tidak akan berubah dengan waktu ataupun tempat.
Ketujuh, aktivitas dakwah dalam kebijakan luar negeri adalah untuk menunjukkan keunggulan pemikiran-pemikiran Islam dalam menyeleasikan urusan indvidu dan negara. Hal itu terangnya bisa dilakukan melalui audio, visual, tulisan, menghantar delegasi atau kunjungan.
Adapun poin kedelapan adalah terkait hubungannya dengan negeri-negeri Muslim andai khilafah nantinya tegak di salah satu wilayah kaum Muslim.
“Negara-negara yang ada di wilayah kaum muslim semuanya dianggap tidak sah karena terpisah dengan perbatasan atau kesamaan wilayah. Dan khilafah akan melihatnya sebagai tanah kaum Muslim saja yang akan diurus dengan pengaturan kebijakan dalam negeri,” sebut dia.
Kemudian, dengan negara lain bukan negeri Muslim dan memiliki kerjasama ekonomi sebelumnya, ataupun tidak, maka pengaturannya menurut Ismail berbeda.
“Negara-negara yang kita memiliki kerjasama ekonomi, bperdagangan, bertetangga baik, maka kita hanya terikat dengan perjanjian yang ditandatangani. Sedangkan Negara-negara yang kita tidak memilki perjanjian, serta negara-negara penjajah yang berusaha mengeskploitasi tanah kita, dianggap sebagai negara kafir harbi. Maka hubungan diplomatik yang stabil tidak akan dibangun,” jelasnya.
Meskipun demikian, ia katakan jika warga negara mereka ingin berkunjung ke dalam negara khilafah, maka diperbolehkan masuk dengan paspor dan visa khusus untuk setiap individu dan perjalanan juga berlaku bagi individu dari negara-negara yang berperang dengan khilafah seperti entitas Yahudi yang hubungan perang dibangun dengan mereka.
Selanjutnya poin kesembilan adalah tentang perjanjian kerjasama militer seperti sewa pangkalan, lapangan terbangm pelabuhan, apapun bentuknya yang bisa memusnahkan umat Islam adalah dilarang, kata Ismail al-Wahwah.
Lanjut poin kesepuluh, terkait perkumpulan atau organisasi dunia yang melibatkan antarbangsa, “Organisasi-organisasi yang berdiri tidak berdasarkan Islam seperti CEDAW, PBB, IMF, World Bank harus dihindari dan mendorong khilafah untuk menggantinya dengan alternatif lain. Begitu juga dengan OIC (organization of Islamic conference), The African Union, dan lainnya juga tidak boleh diikuti atau diadakan,” pungkasnya.[] M. Siregar
“Dengan khilafah, dominasi negara-negara kafir penjajah Barat atas kaum Muslim akan berakhir,” katanya dalam acara Konferensi Online yang bertajuk Islam Kaffah Can Only Be Realized Under The Khilafah, Selasa (02/03/2022) di kanal YouTube Al-Waqiyah TV.
Ia menyatakan bahwa khilafah akan menjalankan kebijakan luar negeri sebagai manifestasi politik yang diartikan sebagai aktivitas mengurusi urusan masyarakat dan negara dengan negara-negara luar.
Ismail, menjelaskan poin-poin penting yang harus diketahui dalam membangun hubungan luar negeri. Terdapat 10 poin kebijakan yang harus dijalankan demi menjaga urusan umat dengan negara luar.
“Adapun kebijakan politik luar negeri, ia terkait dengan menjaga urusan umat yang berhubungan dengan negara-negara luar. Kebijakan tersebut meliputi di antaranya, pertama, hubungan dengan negara luar hanya dibangun antarnegara. Dan masyarakat diperkenankan untuk mengawasinya. Kedua, individu manapun, atau kelompok, atau partai apapun tidak diperkenankan menjalin hubungan dengan negara luar. Dan dilarang melakukan komunikasi dengannya,” jelas dia.
Kemudian yang ketiga, dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri, harus dilaksanakan sebagai seorang muslim yang berpegang kepada Islam dan hukum-hukumnya. Baik dari segi perkataan maupun perbuatan, secara rahasia atau terbuka. Dalam hal ini, tidak dibenarkan menghalalkan segala cara, artinya tidak boleh melakukan suatu fardu atau mubah dengan jalan yang haram.
Keempat, menampakkan tindakan tetapi menyembunyikan tujuan, “Dalam percaturan politik, merupakan kebutuhan bagi kebijakan luar negeri sekaligus menjadi tanda kehebatan dalam hal ini yaitu menampakkan tindakan tetapi menyembunyikan tujuan,” kata dia.
Kelima, harus menunjukkan keberanian menghadapi kejahatan negara-negara luar dan mengetahui bahayanya bagi umat Islam. Membongkar konspirasi mereka, serta menghancurkan kepribadian tokoh mereka yang menyesatkan, juga membela mereka yang tertindas (di negara luar tersebut), membela kebenaran dan keadilan. Bentuk pembelaan demikian jelas Ismail akan menarik perhatian orang kafir terhadap Islam.
Lalu yang keenam menebar dakwah ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad sebagai metode yang baku dan tidak akan berubah dengan waktu ataupun tempat.
Ketujuh, aktivitas dakwah dalam kebijakan luar negeri adalah untuk menunjukkan keunggulan pemikiran-pemikiran Islam dalam menyeleasikan urusan indvidu dan negara. Hal itu terangnya bisa dilakukan melalui audio, visual, tulisan, menghantar delegasi atau kunjungan.
Adapun poin kedelapan adalah terkait hubungannya dengan negeri-negeri Muslim andai khilafah nantinya tegak di salah satu wilayah kaum Muslim.
“Negara-negara yang ada di wilayah kaum muslim semuanya dianggap tidak sah karena terpisah dengan perbatasan atau kesamaan wilayah. Dan khilafah akan melihatnya sebagai tanah kaum Muslim saja yang akan diurus dengan pengaturan kebijakan dalam negeri,” sebut dia.
Kemudian, dengan negara lain bukan negeri Muslim dan memiliki kerjasama ekonomi sebelumnya, ataupun tidak, maka pengaturannya menurut Ismail berbeda.
“Negara-negara yang kita memiliki kerjasama ekonomi, bperdagangan, bertetangga baik, maka kita hanya terikat dengan perjanjian yang ditandatangani. Sedangkan Negara-negara yang kita tidak memilki perjanjian, serta negara-negara penjajah yang berusaha mengeskploitasi tanah kita, dianggap sebagai negara kafir harbi. Maka hubungan diplomatik yang stabil tidak akan dibangun,” jelasnya.
Meskipun demikian, ia katakan jika warga negara mereka ingin berkunjung ke dalam negara khilafah, maka diperbolehkan masuk dengan paspor dan visa khusus untuk setiap individu dan perjalanan juga berlaku bagi individu dari negara-negara yang berperang dengan khilafah seperti entitas Yahudi yang hubungan perang dibangun dengan mereka.
Selanjutnya poin kesembilan adalah tentang perjanjian kerjasama militer seperti sewa pangkalan, lapangan terbangm pelabuhan, apapun bentuknya yang bisa memusnahkan umat Islam adalah dilarang, kata Ismail al-Wahwah.
Lanjut poin kesepuluh, terkait perkumpulan atau organisasi dunia yang melibatkan antarbangsa, “Organisasi-organisasi yang berdiri tidak berdasarkan Islam seperti CEDAW, PBB, IMF, World Bank harus dihindari dan mendorong khilafah untuk menggantinya dengan alternatif lain. Begitu juga dengan OIC (organization of Islamic conference), The African Union, dan lainnya juga tidak boleh diikuti atau diadakan,” pungkasnya.[] M. Siregar
0 Comments