Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

dr. Sunardi Ditembak Mati Densus 88, LBH Pelita Umat Minta Komnas HAM Bentuk Tim Independen Pencari Fakta


TintaSiyasi.com -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan mengatakan, perlu Komisi Nasional  Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI) membentuk tim independen pencari fakta. 

"Bahwa perkara ini telah menjadi perhatian publik, agar diperoleh keadilan publik maka perlu Komnas HAM RI segera membentuk tim independen pencari fakta dan harus transparan mengungkap kejadian tersebut, terutama menyingkap penyebab terjadinya penembakan," tutur Chandra kepada TintaSiyasi.com (11/3/2022) dalam menanggapi penembakan Dokter Sunardi oleh Detasemen Khusus atau Densus 88 di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Menurut Chandra, jika aparat yang dilapangan dan/atau memberikan perintah yang terlibat dalam insiden itu melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, mereka harus diungkap secara terbuka dan diadili sesuai dengan hukum. 

Kamis malam, 10 Maret 2022 kemarin. Dokter Sunardi tewas ditembak lantaran diduga melakukan perlawanan saat hendak ditangkap oleh Densus 88. dr. Sunardi disebut mencoba melarikan diri saat hendak diringkus oleh Densus 88 lantaran dugaan terlibat terorisme. 

"Sekalipun polisi diberi kewenangan untuk menembak dari peraturan Kapolri, namun bukan berarti bebas menembak sampai mati. Terduga itu tidak untuk dimatikan, tapi dilumpuhkan. Negara ini merupakan negara hukum, dan tugas polisi adalah menegakkan hukum. Dan hukum itu pun ada asas praduga tak bersalah," bantahnya. 

Ia menjelaskan, walaupun melawan dengan hendak melarikan diri, bukan berarti lantas menembak dengan alasan tersebut. Menurut Chandra, polisi seharusnya bukan orang yang baru memegang senjata, "Jika langsung ditembak mati saya kira semua orang bisa melakukannya tanpa melalui pendidikan khusus."

Katanya, apabila terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan terduga tersebut, seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. "Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law) dan bahwa aparat dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir," bebernya.

Menurut Chandra, itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain, misalnya celurit atau pedang hampir menghunus anggota badan. "Apabila kondisi hal demikian tidak terjadi, maka dapat dinilai sebagai tindakan tanpa hukum atau extra judicial killing," tegasnya.

Ia mengatakan, apabila indikasi extra judicial killing terjadi, maka merupakan suatu pelanggaran hak hidup seseorang yang telah dijamin oleh UUD 1945 dan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. "Seperti hak hidup dan hak atas pengadilan yang adil hal itu merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi apapun keadaannya," tuntasnya.[] Ika Mawarningtyas


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments