Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Talak Bid’i, Ajengan Yuana: Hukumnya Haram, namun Talaknya Tetap Sah


TintaSiyasi.com -- Menanggapi pertanyaan terkait hukum talak bid’i atau talak bid’ah, Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna, M.E., M.Ag. menyatakan bahwa talak tersebut menyelisihi ketentuan syariat, sehingga hukumnya adalah haram dan orangnya berdosa, namun talaknya tetap sah.
  
“Talak bid'i itu adalah talak yang menyelisihi ketentuan syariat, sehingga hukum talak ini adalah haram dan orangnya berdosa, namun talaknya tetap sah,” tuturnya kepada TintaSiyasi, Rabu (09/02/2022).

Ajengan Yuana menegaskan, talak bid'i status talaknya tetap sah, baik diucapkan secara sharih (jelas) atau secara kinayah dengan niat, dan tidak bisa diulang. Bisa rujuk jika masih pada masa idah, namun harus akad baru kalau sudah habis masa idah.

“Secara lebih deskriptif, kondisi talak bid'i adalah jika seorang suami mentalak istrinya dalam keadaan haid atau seorang suami mentalak istrinya dalam masa suci setelah ia mencampuri istrinya,” jelasnya.

Dijelaskan lebih lanjut, talak memiliki sejumlah syarat dan ketentuan, sehingga ia menjadi sah atau jatuh kendati tidak disadari oleh orang-orang yang menjatuhkannya. “Para ulama fiqih melihat syarat dan ketentuan talak ini dari tiga aspek, yaitu dari aspek yang menjatuhkan (suami), yang ditalak (istri), dan dari aspek ungkapan atau redaksi talak.” bebernya. 

Pertama, yang menjatuhkan talak adalah suami yang sah, balig, berakal sehat, dan menjatuhkan talak atas kemauannya sendiri. Terkait suami yang hilang kesadaran, dijelaskan oleh Imam al-Syairazi dalam Al-Muhadzab jilid 3 halaman 3 beberapa yang menjadi penyebabnya.

فأما من لا يعقل فإنه لم يعقل بسبب يعذر فيه كالنائم والمجنون والمريض ومن شرب دواء للتداوي فزال عقله أو أكره على شرب الخمر حتى سكر لم يقع طلاقه لأنه نص في الخبر على النائم والمجنون وقسنا عليهما الباقين وإن لم يعقل بسبب لا يعذر فيه كمن شرب الخمر لغير اء لغير اجة ال له المنصوص السكران لاقه
Adapun orang yang tidak sadar, jika tak sadarnya karena sebab yang dimaafkan, seperti orang yang sedang tidur, tunagrahita, sakit, dan minum obat guna mengobati penyakitnya, sampai hilang kesadaran akalnya, atau terpaksa minum khamar sampai mabuk, maka tidak jatuh talaknya, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam nash hadis tentang orang tidur dan orang tunagrahita. Maka, kita analogikan saja yang lain kepada keduanya. Selanjutnya, jika seseorang hilang kesadaran akalnya karena sebab yang tidak dimaafkan, seperti orang yang minum khamar tanpa alasan sampai mabuk, atau minum obat tanpa kebutuhan, sehingga hilang kesadaran akalnya, maka menurut pendapat (nash) yang telah ditetapkan tentang orang mabuk, jatuhlah talaknya.

“Begitu pula orang yang menjatuhkan talak juga perlu dipaksakannya: apakah hak atau tidak. Jika paksaannya hak seperti paksaan hakim di pengadilan, maka talak yang akan diterapkannya adalah sah. Sama halnya dengan keputusan yang telah diputuskan oleh hakim pengadilan,” terangnya.

Ia menyebutkan penjelasan Imam al-Syairaji terkait rincian kriteria paksaan tersebut, yaitu pertama, pihak yang memaksa lebih dari yang dipaksa, sehingga tak bisa ditolak; kedua, berdasarkan dugaan kuat, jika dipaksakan itu ditolak, sesuatu yang ditakutkan akan terjadi; ketiga, paksaan akan diikuti dengan sesuatu yang lebih membahayakan, seperti pemukulan, pembunuhan, dan seterusnya.

“Bagaimana dengan talak orang yang marah? Syekh Zainuddin al-Maibari menyatakan dalam Fathul Mu'in halaman 112, اتفقوا لى لاق الغضبان ادعى ال الغضب, para ulama bersepakat akan jatuhnya talak orang yang sedang marah, meskipun ia mengaku sadar akibatnya,” bayannya.

Kedua, istri yang ditalak harus dalam keadaan suci dan tidak dicampuri, yang kemudian talaknya dikenal dengan “talak sunnah”, dalam arti talak yang diizinkan. Sedangkan istri yang ditalak dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah dicampuri, dikenal dengan talak bid'ah atau bid'i dalam arti talak yang diharamkan. “Kedua jenis talak ini berlaku bagi istri yang masih haid. Berbeda lagi kasusnya bagi istri yang tidak haid, seperti istri yang belum haid, istri yang sedang hamil, istri yang sudah menopause, atau istri yang ditalak khuluk dan belum dicampuri,” urainya.

Lebih lanjut, ia menguraikan, talak yang diterapkan saat istri sedang suci, maka ia menjalani langsung masa idah, sehingga masa iddahnya menjadi lebih singkat. Berbeda halnya, jika talak diterapkan saat istri sedang haid, meskipun tetap sah, maka masa idahnya menjadi lebih lama, karena sejak dimulainya masa suci setelah haid. Demikian pula jika istri ditalak dalam masa suci tetapi setelah dicampuri, maka kemungkinan untuk hamil akan terbuka. Jika itu terjadi, maka masa melahirkan akan menjadi masa iddahnya.

Ketiga, redaksi talak yang digunakan bisa berupa ungkapan yang jelas (sharih), bisa juga berupa ungkapan sindiran (kinayah). “Maksud ungkapan yang jelas di sini, tidak ada makna lain selain makna talak. Meskipun, seseorang tidak memiliki niat untuk menjatuhkan talak dalam hati, jika yang digunakan adalah ungkapan syar’i maka talaknya jatuh. Contohnya, “Saya talak kamu,” atau “Saya ceraikan kamu,” urainya.

Lanjutnya, berbeda halnya dengan ungkapan kinayah. Talaknya akan jatuh manakala ada niat talak dalam hati yang mengucapkanya. "Artinya, jika tidak ada niat, maka talaknya tidak jatuh. Contohnya, ‘Sekarang kamu bebas,’ atau ‘Pergilah kamu ke keluargamu!’," urainya.

"Menurut Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi di dalam kitab I'anah al-Thalibin jilid 4 halaman 8 dinyatakan bahwa talak juga jatuh dengan ungkapan senda gurau atau main-main selama mengucapkannya, meskipun tidak ada maknanya,” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments