Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

K.H. Hafidz Abdurrahman: Sebagai Ideologi Dunia, Kapitalisme Rapuh dan Hampir Tumbang


TintaSiyasi.com -- Momentum Rajab 1443 Hijriah, Khadim Syarafaul Haramain K.H. Hafidz Abdurrahman, M.A. memprediksi sebagai ideologi dan pandangan hidup di dunia, kapitalisme sudah rapuh dan hampir tumbang. 

"Kapitalisme, sebagai ideologi dan pandangan hidup di dunia, saat ini sudah benar-benar rapuh, dan hampir tumbang," tutur Ulama Aswaja ini kepada TintaSiyasi.com, Selasa (22/02/2022).

Pasalnya, ia melihat, negara-negara yang menganutnya pun, tidak ada lagi yang konsiten menganut ideologi kapitalisme. "Tambal sulam terjadi di mana-mana," ucapnya.

Ia mengungkapkan fakta, di negara-negara seperti, Skandinavia, mereka mencoba menambal kelemahan ideologi ini dengan mengadopsi pikiran-pikiran sosialisme, sehingga lahirlah gagasan social justice (keadilan sosial), walfare state (negara kesejahteraan), dan gagasan-gagasan tambal sulam yang lainnya.

"Sementara di negara-negara yang sebelumnya menganut sosialisme dan komunisme, seperti Rusia dan bekas Uni Soviet, mereka menganut kapitalisme, dengan peran negara yang begitu besar," katanya.

Hanya saja, ia melihat, kapitalisme di negara bekas sosialisme-komunis modelnya yang bukan asli model kapitalisme yang individualis. Yang memiliki ciri negara dalam kapitalisme hanyalah wasit, bukan pemain utama, katanya.

"Model yang serupa diterapkan di China. Meskipun di China, partai yang berkuasa tetaplah Partai Komunis, tetapi, ideologi dan sistem yang diterapkan, sesungguhnya merupakan modifikasi dan tambal sulam antara komunisme dan kapitalisme," bebernya.

Dalam pengamatannya, Rusia, China, Jerman, termasuk negara-negara Skandinavia, yang sama-sama mengkombinasikan kapitalisme dan sosialisme, memang tengah menikmati kemakmuran ekonomi, dengan tingkat pertumbuhan yang luar biasa. 

"Tetapi, watak kapitalisme yang merusak, ditambah sosialisme yang anti agama, ternyata justru menjadikan ideologi ini semakin buas dan jauh lebih merusak," imbuhnya. 

Menurutnya, jika dulu, di era penjajahan fisik ideologi ini merusak dunia, dengan imperialisme, perbudakan hingga Perang Dunia I dan II, dengan korban jutaan umat manusia.

"Setelah era penjajahan non fisik, daya rusak ideologi ini justru lebih masif dan brutal. Lihat, bagaimana cengkraman China kepada negara-negara dunia ketiga, dengan utang dan perjanjian-perjanjian mematikan lainya," tegasnya.

Bahkan, dua tahun terakhir, saat Pandemi Covid-19, ia melihat, bagaimana dunia ditenggelamkan oleh virus dengan berbagai variannya. "Negara-negara maju sangat terpukul, apatah lagi negara dunia ketiga, semakin terperosok ke jurang yang sangat dalam," katanya.

Ia memaparkan, pertumbuhan ekonominya minus. "Kalau pun ada pertumbuhan positif, itu karena ditopang utang. Indonesia sendiri saat ini dalam kondisi yang sangat sulit. Dengan hutang lebih dari 1000 triliun. Belum lagi ketiadaan sumber APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) ditambah tidak adanya pemikiran strategis untuk keluar dari masalah yang sistemis ini," paparnya. 

Inilah kondisi yang terjadi di seluruh dunia, katanya. "Semua ini adalah dampak dari kapitalisme, dan menggambarkan watak dan wajah lapitalisme yang sesungguhnya. Pendek kata, Kapitalisme benar-benar di ujung tanduk, dan semakin menampakkan kebobrokan dan kejahatanya. Tinggal ambruk saja," tegasnya. 

Tugas Intelektual Muslim

Menurutnya, cepat dan lambatnya kejatuhan kapitalisme semuanya kembali kepada "ajal" yang telah ditetapkan oleh Allah. "Kata Allah, wa likulli ummatin ajal, tiap umat mempunyai ajal [tenggat waktu]. Ketika ajal itu telah tiba, maka tidak bisa diundur dan tidak pula bisa diajukan," tuturnya.

"Hanya saja, kapan ia akan benar-benar tumbang? Ketika ada kesadaran kolektif, atau ada kesadaran umum, tentang bobrok dan jahatnya ideologi ini. Jika kesadaran kolektif atau kesadaran umum tidak ada, maka sulit dibayangkan ideologi ini akan tumbang sendiri," jelasnya.

Karena itu, ia menjelaskan, di sinilah tugas intelektual Muslim kepada umat Islam dan dunia, membangun kesadaran kolektif, atau kesadaran umum tentang bobrok dan jahatnya ideologi ini agar ditinggalkan. Meskipun, ini tidak mulus, katanya. 

"Di sisi lain, antek-antek negara-negara kafir penjajah, baik Barat dan Timur, juga membangun kontra narasi, yaitu, islamofobia, radikalisme, intoleran, (dan) terorisme," ujarnya.

Yang tujuannya, ia ungkapkan untuk melakukan monsterisasi terhadap Islam, sebagai ideologi dan pandangan hidup. "Tujuannya agar orang Islam menjauhi Islam. Ini dilakukan oleh mereka dengan berbagai cara, untuk menghalangi kembalinya Islam. Ini juga harus dilawan oleh kaum intelektual Muslim," tegasnya. 

"Jika dua strategi ini dilakukan simultan, maka dengan izin Allah, umat dan dunia akan kembali ke pangkuan Islam," pungkasnya.[] Witri Osman
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments