Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ini Tiga Hal Paling Signifikan Tanpa Khilafah


TintaSiyasi.com -- Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail, M.M. menyebutkan tiga hal paling signifikan yang dirasakan tanpa adanya khilafah dalam acara puncak Ekspo Rajab 1443 H Collaboration Talkshow bertajuk Ambruknya Kapitalisme, Tegaknya Peradaban Islam. 

“Dari definisi khilafah ada tiga subtansi, pertama, ukhuwah Islamiyah; kedua, penerapan syariah secara kaffah; ketiga, dakwah menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Jadi kalau ditanya apa yang paling signifikan yang kita rasakan hari ini tanpa khilafah, ya tiga ini,” paparnya, Ahad (27/02/2022) secara daring di EkspoRajab.com.

Ustaz Ismail menjabarkan substansi pertama. Umat Islam jumlahnya lebih dari 1,7 miliar. Entitas umat beragama terbesar seluruh penjuru dunia, lebih dari Kristen Katolik yang kurang lebih 1,1 miliar, Kristen Protestan kurang lebih 700 juta, Hindu kurang lebih 1 miliar, Budha kurang lebih 400 juta. 

“Tetapi apa yang bisa dilakukan oleh 1,7 miliar umat Islam tanpa persatuan? Lemah, ibarat sapu lidi yang mudah dipatahkan. Kita saksikan yang terjadi di Rohingya, Uyanghur, Palestina, termasuk yang terakhir di India. Saudari Muslimah kita di sana begitu dinistakan, mencoba untuk mentup aurat saja diperlakukan seperti seolah-olah mereka adalah penjahat besar,” geramnya.

Ditegaskannya, tanpa ukhuwah, umat Islam tidak berdaya dan kelemahan tersebut merembet kemana-mana. Tidak mampu menjaga syiar-syiar Islam dan simbol-simbol Islam yang mulia. 

“Kedua, tidak ada penerapan syariah secara kaffah. Ketika tidak ada penerapan syariah secara kaffah, maka gantinya adalah sesuatu yang bukan berasal dari Islam. Secara ekonomi kapitalisme dan politiknya demokrasi,” ujarnya.

Akibatnya, sinkretisme demikian rupa terjadi. Tidak cukup salam ‘assalamualaykum waramatullahi wabarakatuh’, harus ditambah salam yang sesungguhnya tidak dikenal. “Pendidikan materialisme, budaya westernisme, dan hedonisme. Umat Islam hampir tak ada bedanya dengan umat selain Islam. Kalaupun ada, paling tinggallah shalat dan pakaiannya. Kalau pakaiannya pun tidak, shalat pun tidak dilakukan, maka praktis sudah tidak ada bedanya,” urainya.

“Ketiga, tanpa khilafah, dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia tidak bisa dilakukan secara efektif oleh khilafah melalui penerapan syariah dan dakwah fikriyah untuk menjelaskan kemuliaan, keagungan, dan syariat Islam. Akhirnya tidak sedikit umat Islam yang salah paham terhadap Islam dan syariah,” bebernya.

Ia menyayangkan, syariah yang mulia dikatakan dengan aneka macam tuduhan. Termasuk pernyataan bahwa khilafah sistem yang rusak. “Bagaimana bisa tokoh Muslim dari partai yang katanya berbuat untuk Islam, mengatakan ajaran Islam itu rusak,” herannya. 

“Atas dasar apa? Kalau diukur dari kurun lahirnya demokrasi jauh lebih usang. Dia lahir dari 300 - 400 tahun sebelum Masehi, sedangkan khilafah 600 tahun setelah Masehi. Ada jeda 1000 tahun. Bagaimana bisa dia mengatakan khilafah usang?” tanyanya.

Ustaz Ismail heran, mengapa demokrasi tidak pernah dikatakan sebagai sesuatu yang usang. “Ada yang tidak paham, ada yang pahamnya salah. Kita berhadapan dengan sesama Muslim tiap hari yang pahamnya salah. Kita ingin memegang Islam dengan sungguh-sungguh, tetapi dikatakan dengan sebutan yang memang tidak ada tuntunan yaitu seorang muslim yang radikal. Tidak ada juga tuntunan untuk kita menjadi muslim moderat,” bayannya.

“Yang pasti kita ini diminta menjadi Muslim yang bertakwa, dengan takwa yang sebenar-benarnya. Menjadi Muslim sejati, Muslim yang kaffah. Jadi banyak salah paham, ada yang belum paham, ada yang tidak paham, ada yang salah paham. Ini akibat dari dakwah yang tidak terwujud,” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments